Jakarta, September 2020 – Salah satu rangkaian kegiatan The 18th Indonesia Franchise, License and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2020 yaitu Online Conference IFRA 2020 telah sukses diselenggarakan pada tanggal 28-29 Agustus 2020 lalu. Online conference ini dihadiri oleh ratusan peserta melalui Zoom webinar dan telah menghadirkan belasan pembicara baik dari pemerintahan, konsultan, maupun pengusaha. Online Conference 2020 merupakan hasil kerjasama dari Dyandra Promosindo dengan Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) dan Asosiasi Lisensi Indonesia (ASENSI). Online Conference IFRA 2020 juga mendapat dukungan sponsor dari Foodpedia dan Dokter Mobil, serta didukung oleh SMESCO Indonesia.
IFRA Online Conference 2020 dibuka oleh kata sambutan dari Menteri Perdagangan Republik Indonesia, Agus Suparmanto, yang dibacakan oleh Syailendra selaku Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. Dalam sambutannya beliau tetap optimis terhadap pemulihan ekonomi nasional meskipun dalam situasi global yang sedang tidak menentu dan upaya pemulihan ekonomi harus tetap digiatkan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan antara lain dengan meningkatkan kerjasama dan melakukan inovasi. Kementerian Perdagangan juga mencatat adanya surplus kegiatan perdagangan sebesar US$ 5,5 miliar di kuartal kedua tahun 2020. Sehingga dengan ini pemerintah berharap ada pertumbuhan ekonomi ke arah positif di kuartal ketiga nanti. Sebagai penutup, beliau juga mengapresiasi ketangguhan pengusaha lokal yang tetap optimis dalam menjalankan kegiatan usahanya dan melakukan terobosan-terobosan untuk tetap memberikan yang terbaik bagi para pelanggan.
Lebih lanjut Syailendra mengungkapkan bahwa pertumbuhan waralaba cukup populer. Pada sesi IFRA Online Conference 2020 di hari pertama (28/8) yaitu Regulations Session bersama Anang Sukandar selaku Ketua Umum AFI dan Susanty Widjaya selaku Ketua Umum ASENSI, ia menunjukkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) Sensus Ekonomi tahun 2016 yang mencatat jumlah waralaba dan usaha potensial waralaba di Indonesia sebanyak 81.441 usaha dan menyerap hingga 70,45 persen tenaga kerja. “Melalui regulasi dan binaan dari pemerintah, kami siap mendukung waralaba agar memenuhi kualitas atau standar baku. Pemerintah juga sangat mendukung dan mendorong agar lisensi dan waralaba ini dapat bertumbuh dengan baik,” ucap Syailendra.
Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) juga mengungkapkan rencananya untuk mendukung industri waralaba, lisensi, dan UMKM melalui ekosistem ekonomi kreatif pada Government Session di hari kedua (29/8). Menurut Muhammad Neil El Himam selaku Deputi Bidang Ekonomi Digital dan Produk Kreatif Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, ekosistem ekonomi kreatif ini diharapkan dapat diterapkan pada pelaku usaha untuk memberikan nilai tambah pada produknya sehingga berdaya saing tinggi, mudah diakses, dan terlindungi secara hukum. Kemenparekraf juga mempunyai program-program untuk UMKM diantaranya meningkatkan kualitas melalui pendekatan inkubasi dan juga sosialisasi mengenai perlindungan hak kekayaan intelektual. Kemenparekraf juga akan menggandeng asosiasi-asosiasi terkait untuk menjelaskan mengenai bisnis waralaba dan lisensi kepada para pelaku ekonomi kreatif.
Dukungan serupa juga diberikan oleh Kementerian Koperasi, Usaha Kecil, dan Menengah melalui Leonard Theosabrata selaku Direktur Utama SMESCO Indonesia pada sesi yang sama. Menurut Leonard, bisnis waralaba dan lisensi sangat cocok di usaha ultra mikro dan mikro untuk pemulihan ekonomi nasional, “Saya melihat ada potensi yang besar dari usaha ultra mikro dan mikro yang dapat dikonsolidasi dengan franchise. Melalui franchise, suatu bisnis dapat diduplikasi dengan sumber daya yang dapat dijangkau, tersedia dimana-mana dan bisa memberikan kesempatan berbisnis. Saya harap orang-orang yang sedang pivot atau shifting bisnissaat ini juga dapat melihat business opportunity di ranah intellectual property atau lisensi. Semangat koperasi, semangat sinergi kolaborasi dan pemberdayaan hadir di ranah ini”. Lebih lanjut industri UMKM juga harus saling bergandengan tangan dan saling bekerjasama satu sama lain, apalagi di tengah masa pandemi ini dimana semua lini bisnis sedang mencoba bertahan.
Berbagi Strategi Bisnis Hingga Lisensi dan Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual
Konferensi pada hari pertama (28/8) difokuskan pada kiat dan strategi bisnis untuk bertahan di masa pandemi. Pada Plenary Session Albert Kong selaku CEO Asia Franchise and Business Opportunities Magazine yang melakukan liveteleconference dari Singapura menuturkan perlu adanya evaluasi kembali 4P dari produk yaitu product, price, place, dan promotion dan menambahkan packaging atau people tergantung dengan kebutuhan produk. Selain itu terdapat beberapa tips lainnya, diantaranya dengan melakukan digitalisasi produk dan promosi, membuat produk-produk kesehatan rumah tangga, dan meningkatkan value produk karena pelanggan cenderung selektif dan memilih produk yang lebih bernilai. Kemudian di sesi Customer Trends Session, Donny Pramono, Founder dan CEO Sour Sally Group membagikan tips untuk menggaet target market milenial. Donny Pramono juga menuturkan bahwa konsumen milenial cukup eksploratif dan tertarik dengan produk-produk baru yang sedang tren. Maka dari itu, lini bisnis dari Sour Sally Group kerap mengeluarkan produk-produk kreatif dan inovatif yang trendi agar menarik pasar milenial, seperti misalnya Gulu-Gulu sebagai minuman pertama yang mengusung produk cheese tea.
Konferensi ini dilanjutkan dengan Business Innovation Session dengan narasumber Hendy Setiono selaku CEO Baba Rafi Enterprise dan Christopher Sebastian selaku CEO Makko Group. Hendy Setiono memberikan tiga tips bagaimana membangun bisnis yang sukses dan berhasil di masa pandemi yaitu pertama dengan berkolaborasi dengan mencari partner dengan visi yang sama dan mempunyai diferensiasi skill sehingga bisa saling melengkapi, kedua adalah melakukan riset dan benchmarking terhadap kebutuhan pasar dan fokus terhadap kebutuhan primer, dan yang ketiga adalah menciptakan trend dan mencari inovasi yang belum ada di pasar karena pasar membutuhkan sesuatu yang baru. Sementara itu Christopher Sebastian menuturkan bahwa untuk bertahan di masa pandemi ini diperlukan shifting produk untuk menyesuaikan kebutuhan pasar. Christopher menjelaskan keberaniannya untuk shifting produk dikarenakan melihat dari kebutuhan dan permintaan pasar. Selain itu diperlukan juga adaptasi bisnis dengan kebutuhan pasar agar bisnis tetap dapat berjalan. Pada sesi terakhir ini dapat diambil kesimpulan bahwa kunci untuk mempertahankan bisnis di masa pandemi adalah dengan melakukan kolaborasi serta adaptasi dengan permintaan pasar.
Di hari kedua (29/8), pembahasan konferensi juga berfokus pada License Session yang menjelaskan dari pengertian hak kekayaan intelektual, regulasi, tata cara pendaftaran hingga penerapannya. Regulasi dan tata cara pendaftaran hak kekayaan intelektual dipaparkan oleh Agung Indriyanto sebagai Pemeriksa Merek Madya, Direktorat Merek dan Indikasi Geografis Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia. Sementara itu Candra Darusman selaku Dewan Penasihat ASENSI dan Chico Hindarto selaku Ketua Umum Wahana Musik Indonesia (WAMI) menjelaskan mengenai penerapan hak kekayaan intelektual secara komersial, dalam hal ini musik. Sesi ini menjelaskan bahwa hak kekayaan intelektual (HKI) merupakan benda tidak berwujud dan baru muncul obyeknya ketika didaftarakan. HKI dilindungi oleh undang-undang dan haknya melekat pada penciptanya. HKI ini dapat dikomersialkan melalui lisensi bahkan juga dapat didaftarkan di luar negeri melalui DJKI sehingga membuka kesempatan pelaku bisnis dan waralaba untuk melebarkan bisnis ke pasar global. Jenis bisnis lisensi juga dalam bentuk yang bermacam-macam seperti merchandising, franchising, co-branding, brand extension, dan lain-lain sehingga membuka kesempatan untuk berbisnis di ranah lisensi.
Sesi selanjutnya menghadirkan Lung-Lung selaku Founder dan Commissioner Dokter Mobil yang membicarakan Financing Session. Lung-Lung memaparkan langkah-langkah dalam mempertahankan bisnis antara lain melakukan efisiensi tenaga kerja, memilah fixed cost dan variable cost, efiensi harga produksi yang tidak relevan, menggencarkan promosi dan sosialisasi yang mengutamakan protokol kesehatan pada produk. Dengan melakukan langkah ini kondisi keuangan bisnis perlahan kembali pulih.
Online Conference IFRA 2020 ditutup pada sesi terakhir di Marketing Outlook and Trends Session yang menghadirkan Dr. Mulya Amri selaku Direktur Riset Katadata Insight Centre. Di era digital ini internet telah menjadi kebutuhan masyarakat dan angka penggunanya semakin bertambah dimana hingga tahun 2019 angka pengguna internet di Indonesia mencapai 175,4 juta orang. Data menunjukkan bahwa pada tahun 2018 pertumbuhan e-commerce di Indonesia merupakan tertinggi di dunia dan di tahun 2019 nilai transaksi e-commerce di Indonesia tertinggi se-ASEAN dengan mencapai angka transaksi US$ 82 miliar. Transaksi ini persebarannya terkonsentrasi di wilayah Jawa dan didominasi oleh Generasi Z dan Milenial. Mulya Amri menjelaskan bahwa potensi e-commerce masih sangat besar, terutama di luar wilayah Jawa. Hal ini dapat dimanfaatkan pelaku usaha untuk melebarkan pasarnya dan memahami perilaku belanja konsumen agar relevan dengan permintaan konsumen. Kemudian gender, usia, dan pendapatan mempengaruhi preferensi kategori produk sehingga dibutuhkan strategi marketing yang tepat untuk dapat menyasar dan menjawab kebutuhan tiap kelompok konsumen. Perilaku konsumen digital dapat digunakan untuk membuka peluang bisnis dan meningkatkan kegiatan bisnis yang dapat disesuaikan dengan target market yang ingin dituju.
Kontribusi IFRA Untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Tujuan dari diadakannya IFRA Online Conference 2020 ini adalah untuk memberikan pengetahuan dan informasi terbaru mengenai kiat-kiat membangun dan strategi bisnis di era pandemi saat ini. Konferensi ini berfokus pada industri waralaba, lisensi, dan UMKM karena industri ini dinilai yang masih mempunyai nilai dan mempunyai keunggulan-keunggulan yang dapat bisa bertahan di situasi sekarang ini. Seperti yang diungkapkan oleh Anang Sukandar selaku Ketua Umum AFI, bahwa industri waralaba dan lisensi ini dapat membantu ekonomi Indonesia bertahan karena adanya konsumsi domestik. “Usaha-usaha kecil inilah yang seharusnya diperhatikan karena tanpa sadar mereka yang menimbulkan domestic consumption. Domestic consumption menciptakan domestic demand yang dapat memancing stimulus ekonomi Indonesia dan bisa bertahan. Kami mendorong usaha-usaha kecil ini, seperti coffee shop, apotek, healthy food, toko roti, dan lain-lain yang berpotensi dapat membantu ekonomi Indonesia bertahan sehingga diharapkan di kuartal ketiga nanti pertumbuhan ekonomi nasional semakin membaik,” ujar Anang Sukandar.
Konferensi dengan tema “Strengthening Entrepreneurship and SME Economy Through Licensing and Franchising” ini menghadirkan pembicara dari berbagai kalangan yang membagikan informasi, wawasan, dan kiat untuk membangun dan mempertahankan bisnis, baik untuk pelaku usaha maupun yang baru memulai usaha. Pembahasan yang berfokus pada industri lisensi, waralaba dan UMKM bertujuan untuk memajukan industri ini mulai dari ranah terkecil untuk bersama-sama maju demi pemulihan ekonomi nasional. “Saya percaya di setiap krisis masih ada peluang untuk kita bisa menang, asalkan kita sebagai pengusaha tetap semangat, berusaha, dan berjuang. Mari kita sama-sama bergandengan tangan lebih erat lagi antar instansi, pemerintah, asosiasi dan swasta untuk bersama-sama memajukan industri UMKM di Indonesia agar produk intellectual property Indonesia dapat go global. IFRA 2020 ini saya harapkan dapat menjadikan momentum untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia yang semakin baik lagi dalam membantu pemulihan ekonomi Indonesia” tutup Susanty Widjaya, CFE., Ketua Umum ASENSI.