Jakarta, 23 Maret 2021″warnaplus.com” – Kebiasaan menggunggah foto makanan telah menjadi tren ditengah masyarakat. Makanan dengan nuansa warna yang cerah berpadu dengan desain yang artistik dirasa cukup efektif untuk menumbuhkan hubungan emosional yang kuat dengan para konsumen. Hal ini menunjukkan bahwa warna memainkan peran penting dalam meningkatkan daya tarik visual pada makanan dan minuman. Bahan pewarna pada produk makanan dan minuman tidak hanya menginspirasi untuk menciptakan konten yang instarammable, namun juga turut mempengaruhi industri makanan dan perilaku konsumen dalam berbelanja produk makanan dan minuman.
Tanpa disadari, apa yang kita rasakan sangat dipengaruhi oleh apa yang kita lihat. Demikian pula, persepsi kita tentang aroma dan rasa juga dipengaruhi oleh warna (misalnya merah, kuning, hijau, dll) serta intensitas warna makanan dan minuman yang kita konsumsi[1]. Selain itu, warna pada makanan juga mampu memberikan efek psikologi dan emosi tertentu pada diri seseorang. Sebagai contoh, warna merah dapat menarik perhatian dan meningkatkan nafsu makan, warna kuning dianggap sebagai warna yang dapat membawa kebahagiaan dan membangkitkan optimisme serta perasaan positif secara umum, sedangkan warna hijau seringkali diartikan dengan kesehatan dan hal yang bersifat alami pada makanan dan minuman.
Meskipun ragam makanan dan minuman yang ditampilkan pada sosial media seringkali menggugah selera, namun kita perlu untuk senantiasa waspada terhadap bahan makanan yang digunakan untuk memberikan warna-warna cerah pada makanan dan minuman tersebut serta potensi bahaya sekaligus resiko kesehatan yang terkandung di dalamnya.
Beranjak dari hal tersebut, terdapat dua alternatif sumber atau bahan dalam memilih pewarna makanan. Pertama, pewarna alami yang terbuat dari bahan-bahan alami seperti mineral, tumbuhan, buah-buahan dan sayur-sayuran. Pilihan kedua adalah pewarna buatan yang dibuat dengan bahan kimia yang berasal dari minyak bumi. Hanya dengan melihat kedua sumber pewarna makanan tersebut, maka tidaklah sulit untuk menebak mana yang lebih baik untuk Anda.
Adapun sebagai contoh penggunaan zat pewarna pada makanan dapat terlihat pada dessert box dengan rasa red velvet, salah satu makan yang sempat viral pada sosial media dengan jumlah unggahan lebih dari 10 juta dengan tagar #Dessetbox. Dalam pembuatan red velvet membutuhkan pewarna makanan merah untuk menghasilkan warna merah tua yang menjadi ciri khas dari kue tersebut. Untuk mendapatkan warna merah alami, kita bisa menggunakan bahan yang berasal dari sumber alami seperti bit merah, ubi jalar, lobak merah, wortel hitam atau bahkan serangga Cochineal. Meskipun demikian, beberapa produsen lebih memilih menggunakan pewarna buatan, seperti pewarna merah 40 atau yang sering disebut juga dengan allura red AC. Menurut hasil studi dari The Center of Science in the Public Interest, mengidentifikasi bahwa zat pewarna ini merupakan salah satu pewarna makanan buatan yang lebih umum dan dapat berpotensi memicu reaksi seperti alergi pada beberapa konsumen serta memberikan pengaruh pada masalah perilaku seperti ADHD pada anak-anak sebagai salah satu efeknya[2].
Sementara itu, disaat sebagian konsumen tertarik dengan warna-warna cerah, sebagian yang lain cenderung menaruh perhatian lebih terhadap label pada produk kemasan untuk memastikan bahwa bahan yang digunakan untuk membuat makanan dan minuman sesuai dengan preferensi pribadi mereka. Bagi banyak konsumen, label pada kemasan dapat menjadi referensi apakah makanan dan minuman yang mereka konsumsi bebas dari bahan tambahan pangan buatan dan pewarna buatan. Menurut FMCG Gurus, 71% konsumen Indonesia melihat pentingnya penggunaan pewarna makanan alami dalam makanan dan minuman[3]. Konsumen yang memiliki kepedulian pada kesehatan sangatlah beruntung mengingat masih banyak makanan dan minuman sehat yang dapat menjadi pilihan.
Perubahan pada preferensi konsumen terhadap makanan dan minuman yang lebih sehat akan mendorong semakin banyak perusahaan untuk menghindari penggunaan bahan-bahan buatan dan memilih untuk menggunakan bahan-bahan yang lebih alami dalam produk mereka. Hal ini juga akan semakin meningkatkan kesadaran konsumen Indonesia akan pentingnya produk yang ‘lebih alami’ dan lebih baik untuk Anda.
Mulailah memperhatikan label pada kemasan
Untuk menghindari pewarna buatan dan merasa aman saat menikmati makanan atau minuman, Anda bisa mulai lebih memperhatikan label kemasan pada produk. Membaca daftar bahan pada kemasan dapat membantu Anda untuk lebih memahami bahan apa yang digunakan dalam pembuatan produk. Selain itu, melakukan sedikit riset secara online juga dapat membantu dalam membuat pilihan yang lebih tepat. Berdasarkan peraturan BPOM tentang bahan makanan, pewarna makanan buatan pada daftar bahan diwakili oleh kode pelabelan seperti CI 19140 untuk tartrazine, pewarna kuning buatan, Pewarna Merah 40, Biru 1, dan lainnya. Adapun untuk produk dengan pewarna makanan alami akan mencantumkan tulisan ‘pewarna alami’ pada daftar bahan produk. Selain itu, ada juga kategori pewarna alami yang disebut ‘coloring foods’ atau ‘coloring foodstuffs’ yang terbuat dari buah dan sayuran yang diekstraksi dengan metode pengolahan yang sederhana dan alami. Produk yang menggunakan tipe pewarna alami ini dapat menampilkan klaim ‘konsentrat buah atau sayuran’ pada daftar bahannya. Pewarna alami tipe ‘coloring foodstuffs’ ini adalah pilihan yang tepat bagi brand yang ingin memposisikan produknya sebagai ‘clean label’’.
Saat ini, kemajuan digital dan media sosial telah mendukung kehidupan konsumen dan memberikan kemudahan dan kecepatan akses terhadap berbagai informasi secara online. Untuk itu, sebelum Anda memutuskan untuk membeli kue, minuman, atau permen berwarna warni, luangkan waktu sejenak untuk memeriksa daftar bahan pada label kemasan sebelum Anda membelinya. (Icho)