warnaplus.com-Data Komnas perempuan menunjukan pada tahun 2020, kekerasan seksual menempati peringkat kedua dari kekerasan terhadap perempuan di ranah pribadi sebanyak 30 persen. Di ranah publik kekerasan seksual menempati peringkat pertama sebanyak 55 persen.
Never Okay, sebuah inisiatif yang menentang pelecehan seksual di tempat kerja, melakukan survei kuantitatif yang mendapati 94 persen dari 1.240 responden mengalami pelecehan seksual di tempat kerja. Sekitar 76% pernah mengalami pelecehan lisan; 42% mengalami pelecehan isyarat; 26% mengalami pelecehan tertulis/gambar; 13% lingkungan kerja yang tidak bersahabat; 7% ditawari imbalan untuk melakukan sesuatu; 1% penyerangan seksual; dan 2% lainnya. Dilakukan antara 19 November hingga 9 Desember 2018 secara online, survey ini membuktikan pelecehan seksual di tempat kerja adalah sesuatu yang sangat sering ditemui.
Dilansir dari Women, Business & Law, World Bank tahun 2019, 10 dari 11 Negara Asean sudah memiliki aturan spesifik seputar pelecehan seksual, kecuali Indonesia. Berdasarkan data Simfoni PPA 2016 terdapat 24 kasus kekerasan seksual yang terjadi ditempat kerja dan 40 pelaku berdasarkan hubungan merupakan rekan kerja. Disamping itu Better Work Indonesia tahun 2015 mengatakan dari 80% perempuan yang mengalami pelecehan seksual di tempat kerja, hanya 1% yang berani melaporkan. Indonesia memerlukan aturan tentang perlindungan pekerja dari pelecehan seksual di tempat kerja.
Pelecehan seksual yang terjadi di tempat kerja berdampak terhadap kesehatan, karir, hingga kinerja korban. Disini tempat kerja juga punya peran penting dalam pencegahan seksual sangatlah besar. Harapannya banyak tempat kerja bergandengan tangan mendorong RUU PKS menjadi payung hukum dalam mencegah kekerasan seksual. Tempat kerja harus menjadi ruang aman bagi setiap karyawannya. Perusahaan menjamin keamanan setiap karyawannya terhadap segala bentuk kekerasan seksual.
Dalam rangkaian Kampanye No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!) Magdalene, bersama dengan The Body Shop® Indonesia mengadakan serangkaian kegiatan No! Go! Tell!, yaitu Webinar Obrolan Kantor: Seberapa Aman Kantormu dari Kekerasan Seksual?. Hadir sebagai narasumber acara antara lain; Ratu Ommaya, Head of Values, Community & Public Relations The Body Shop® Indonesia; Maria Puspita, M.Psi., Psikolog Associate Psikolog Yayasan Pulih; Srie Wulan, CEO & Coach HR Academy; Vina A. Muliana, Career Content Creator – TikTok @vmuliana.
Ratu Ommaya, Head of Values, Community & Public Relations The Body Shop® Indonesia mengatakan isu kekerasan pada perempuan di tempat kerja merupakan hal yang serius, namun masih jarang diperhatikan. Dalam mendukung kesetaraan gender, penting bagi perusahaan mengangkat isu kekerasan seksual yang kerap dialami perempuan pekerja serta membuat kebijakan yang tegas dalam menanganinya. Selain itu, perlunya edukasi mengenai kekerasan seksual dan harus menjadi tempat yang aman saat mereka melaporkan kasus kekerasan seksual.
Edukasi pencegahan kekerasan seksual kepada karyawan juga merupakan hal penting untuk dilakukan, terutama dalam memahami apa saja bentuk – bentuk kekerasan seksual dan pencegahannya. No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!) adalah sebuah mekanisme mencegah kekerasan seksual dan menemukan ruang aman. Kampanye No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan) merupakan kolaborasi kampanye yang dipimpin oleh The Body Shop® Indonesia bersama Plan Indonesia, Magdalene, Yayasan Pulih, dan Makassar International Writers Festival dengan fokus utama yaitu Prevention and Recovery (Pencegahan dan Pemulihan).
Maria Puspita, M.Psi., Psikolog Associate Psikolog Yayasan Pulih mengatakan Setiap individu di dalam perusahaan memiliki peran untuk dapat menciptakan lingkungan kerja yang aman dan melakukan upaya pencegahan serta penanganan terhadap kekerasan seksual yang terjadi di tempat kerja. Kesadaran dan pemahaman bersama mengenai kekerasan seksual dan bentuk-bentuk kekerasan seksual merupakan langkah awal untuk mengidentifikasi dan mencegah terjadinya kekerasan yang dapat terjadi di tempat kerja. Tindakan kekerasan, pemaksaan dan ancaman dari pelaku kepada korban yang terjadi karena adanya relasi kuasa yang tidak seimbang dapat menimbulkan dampak seperti perasaan takut, malu, merasa bersalah, dll. Dampak-dampak tersebut sering kali membuat korban tidak berani untuk melaporkan tindakan kekerasan yang terjadi. Sehingga, alur atau mekanisme laporan yang dibuat oleh perusahan dalam menangani tindakan kekeraan seksual yang terjdi kantor perlu mengedepankan dukungan dan perlindungan kepada korban dengan merahasiakan identitas korban.
Srie Wulandari, CEO & Coach HR Academy mengatakan maraknya pelecehan seksual di tempat kerja menunjukkan sebuah budaya di mana kekerasan berbasis gender telah dianggap sebagai suatu hal yang normal. Hal ini juga tentunya menggarisbawahi masih berlangsungnya ketidaksetaraan gender baik di tempat kerja maupun secara umum. Keselamatan dan kesehatan dalam bekerja adalah hak dasar pekerja yang diatur oleh Negara melalui Pasal 86 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.
Secara spesifik, mengenai upaya preventif terjadinya pelecehan seksual di lingkungan kerja, Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.03/MEN/IV/2011 tentang Pedoman Pencegahan Pelecehan Seksual di Tempat Kerja. Dari aturan di atas terlihat jelas bahwa Negara telah membebankan tanggung jawab besar bagi perusahaan untuk melakukan upaya preventif guna menciptakan lingkungan kerja yang aman dan kondusif bagi keselamatan pekerjanya. Maka dari itu penting sekali bagi tempat kerja memiliki SOP penanganan kekerasan seksual.
Vina A. Muliana, Career Content Creator – TikTok @vmuliana mengatakan setiap pekerja wanita memiliki hak untuk bisa bekerja di lingkungan yang aman dan jauh dari kekerasan seksual. Untuk itu, menurut saya perlunya diadakan pemahaman dan pelatihan secara berkala bagi pegawai untuk memahami pentingnya dalam memerangi pelecehan seksual. Selain itu menumbuhkan budaya organisasi yang baik juga sama pentingnya. Kita perlu menghormati dan mendengarkan satu sama lain agar hal ini tidak terjadi. (if)