Jakarta, 6 Agustus 2022 – Untuk dapat menyusui secara optimal, Ibu menyusui membutuhkan dukungan yang intensif. Namun penelitian terbaru dari Health Collaborative Center (HCC) menunjukkan 6 dari 10 Ibu Menyusui merasa Tidak Bahagia menjalankan proses menyusui karena kurang mendapat dukungan.
Dari hasil penelitian yang dilakukan Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, dan associate
researcher Bunga Pelangi, MKM bahwa hanya 44% ibu menyusui merasa bahagia dalam
menjalankan proses menyusui karena dukungan yang optimal.
“Penelitian kami ini menemukan fakta bahwa terdapat hampir 60% atau 6 dari 10 ibu menyusui yang merasa tidak bahagia dengan proses menyusui selama pandemi. Dari penelitian kami pada 1920 responden ibu menyusui diketahui bahwa penyebab utama perasaan tidak bahagia adalah karena aspek dukungan yang diharapkan tidak maksimal,” ungkap Dr Ray yang sering memberi edukasi laktasi lewat akun Instagram @ray.w.basrowi
Secara umum, sebanyak 90% atau 1810 responden menyatakan bahwa perlu didukung oleh suami. Khususnya pada dukungan psikologis dan dukungan ke layanan kesehatan.
Pihak kedua
yang perlu mendukung Ibu menyusui adalah anggota keluarga, khususnya ibu dari ibu menyusui (59% atau 1182 responden).
“Dukungan utama yang diharapkan adalah memang dari suami dan core family atau keluarga inti, dan ternyata mayoritas ibu menyusui pada responden penelitian ini menunjukkan tidak mendapat dukungan ini. Ketika dukungan ini hilang, dan ibu menyusui merasa tidak Bahagia dengan proses laktasi, makan potensi gagal ASI sangat besar dan ibu juga bisa mengalami konsekuensi stres,” tambah Ray yang merupakan praktisi kesehatan komunitas dan kedokteran kerja dari Health Collaborative Center.
Faktor kedekatan antar perempuan serta ibu ke anak dan sebaliknya menjadi hal krusial dalam meningkatkan perilaku menyusui. Dukungan yang dibutuhkan adalah terkait dukungan informasi terhadap pengalaman dan praktik baik dalam menyusui.
“Nah ketika ibu menyusui kehilangan core support terutama dari suami, ini maka proses
menyusui kemudian menjadi sekadar menjalankan fungsi biologis memberi makan bayi saja, dan kehilangan esensi untuk memberi kedamaian dan kebahagiaan secara emosional atau psikologi bagi ibu sendiri. Ini sebenarnya harus dihindari, karena dalam proses menyusui ibu juga butuh bahagia, tidak stress dan menikmati prosesnya. Jadi dari penelitian ini kami secara gamblang ingin menegaskan bahwa suami menjadi aktor utama dalam sistem dukungan kesuksesan menyusui,” ungkap Dr. Ray yang pernah meneliti formulasi model promosi laktasi di tempat kerja di Indonesia.
Fakta yang ditemukan oleh HCC adalah dukungan suami merupakan yang paling penting untuk Ibu menyusui. Agar hal tersebut dimungkinkan, sebanyak lebih dari 80% responden menyatakan sangat setuju terhadap peraturan rencana hak cuti 40% untuk suami siaga. Sejumlah 74% responden menyatakan bahwa hal tersebut guna mendukung proses pemulihan setelah melahirkan.
Dalam rangka menyediakan lingkungan yang mendukung, sebanyak 95% responden setuju
terhadap peraturan rencana cuti 6 bulan untuk ibu menyusui. Kebijakan tersebut dianggap oleh 83% (1657) responden dapat mendukung proses menyusui secara lebih optimal dan sebanyak
33% (668) responden meyakini kebijakan tersebut menjadi jaminan agar tetap memiliki
pekerjaan saat proses adaptasi menyusui.
Bunga Pelangi sebagai associate researcher HCC menegaskan, penelitian ini menggunakan
Model sosio-ekologi yang merupakan pendekatan komprehensif di bidang kesehatan masyarakat
yang tidak hanya ditujukan untuk melihat faktor risiko pada individu, tetapi juga aspek norma,
kepercayaan dan sistem sosial ekonomi.
Menurut Bunga, “metode penelitian ini sudah valid untuk mendapat data superfisial terkait factor
dan actor siapa saja yang bisa mendukung ibu menyusui untuk sukses menyusui dan tentunya
tetap membaut ibu Bahagia dan sehat.”
Bunga juga menegaskan, melalui metode ini, temuan lain pada penelitian ini diketahui bahwa hal
yang dapat memotivasi agar anggota keluarga mendukung ibu memberikan ASI adalah adanya
persepsi positif bahwa hal tersebut sudah menjadi kewajiban/keharusan dan merupakan bentuk
nyata dari keluarga dalam membantu Ibu menyusui.
Dari penelitian tersebut, maka HCC merekomendasikan agar:
1. Upaya edukasi di fasilitas kesehatan dapat melibatkan pesan kunci terkait dukungan
psikologis dan pelibatan suami serta anggota keluarga.
2. Dukungan psikologis dengan penyediaan konseling ASI secara online maupun langkah
taktis mendukung psikologis Ibu di tingkat keluarga.
3. Menggunakan pendekatan keluarga dalam memberdayakan setiap anggota keluarga untuk
mendukung Ibu memberikan ASI.
Tentang Health Collaborative Center (HCC)
Health Collaborative Center (HCC) adalah wadah promosi dan advokasi kesehatan non-profit di
Indonesia dalam bidang kesehatan masyarakat dan kedokteran komunitas. Didirikan sejak Juni 2019 oleh
Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK; Health Collaborative Center (HCC) fokus pada kajian ilmiah, riset
dan edukasi/promosi kesehatan di bidang nutrisi, kesehatan kerja, kesehatan ibu dan anak serta
kedokteran komunitas. Untuk menjangkau kaum millennial, HCC juga menggunakan platform sosial
media dengan inisiatif #SEHATINDONESIA.
Tentang Dr. dr. Ray W Basrowi, MKK
Dr Ray adalah Dokter Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi Manado dan praktisi
kesehatan kerja dan industri nutrisi yang memperoleh gelar Magister Kedokteran Kerja serta Doktor
Bidang Ilmu Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Dr. Ray memiliki
pengalaman penelitian laktasi dan nutrisi serta kedokteran kerja yang menghasilkan banyak publikasi
ilmiah nasional dan internasional. Dr. Ray memiliki pengalaman 15 tahun sebagai praktisi di bidang
industri nutrisi dan K3 manajemen perkantoran, dan telah berkarir di beberapa perusahaan produk pangan
dan nutrisi.
Tentang Bunga Pelangi, SKM, MKM
Bunga menempuh pendidikan di Sarjana dan Magister Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Merupakan associate researcher HCC dan telah aktifi berkiprah sebagai peneliti selama 7 tahun. Bidang
penelitian yang digeluti adalah kesehatan masyarakat, gender, sosial-kesehatan, lingkungan-kesehatan dan
isu sosial budaya. Bunga juga aktif bekerja di Organisasi Masyarakat Sipil dalam upaya pengembangan
masyarakat dan advokasi dari hasil-hasil penelitian sebagai basis bukti untuk optimalisasi upaya
kesejahteraan dan kesehatan masyarakat.