G20 Para musikus klasik muda terbaik dunia sudah mulai berdatangan di Jakarta untuk bergabung dengan G20 Orchestra. Yang paling pertama datang adalah dua pemain trombone terbaik Italia, Sergio Ludovisi dan Mattia Genovese (berpose di foto itu bersama komponis Ananda Sukarlan, pendiri dan direktur artistik G20 Orchestra dan juga seorang yang spesial buat Italia karena ia juga penerima anugerah gelar kesatriaan tertinggi “Ordine della Stella d’Italia” dari negara asal pizza itu).
Sedangkan negara yang mengirimkan musikus terbanyak adalah Afrika Selatan yang mengirimkan 4 (empat) musikus, semua dari instrumen gesek (di foto ini Ananda selfie dengan mereka saat sarapan di hotel tempat mereka menginap selama 6 hari di kawasan Jakarta Barat).
Mereka mulai latihan tanggal 3 September di Jakarta untuk mempersiapkan konser perdana akbar di pelataran Candi Borobudur tanggal 12 September nanti dalam rangka pertemuan para Menteri Kebudayaan negara-negara G20. Semua pemain orkes ini adalah kaum milenial, yang lahir setelah 1990. Musikus negara asing yang berjumlah 40 orang, Indonesia sendiri diwakili oleh 30 orang, semua terpilih melalui audisi yang terbuka dan transparan dengan mengirimkan permainan mereka di YouTube. Semua orang dapat melihat permainan mereka dengan mengetik kata kunci “G20 Orchestra”. Mereka datang dari berbagai provinsi, paling Barat adalah Sumatra Utara dan dari Timur adalah Maluku, menurut Ananda Sukarlan.
“Untung sudah banyak musikus di berbagai negara yang mengenal saya melalui musik saya sehingga tidak sulit bagi saya untuk mencari musikus muda terbaik dari negara-negara ini. Mereka telah memainkan musik saya, sehingga memperkenalkan musik Indonesia di negaranya, dan saya bisa dapat banyak bantuan dari mereka untuk menghubungkan saya dengan para musikus muda terbaik sewaktu kita mulai serius memikirkan pembentukan G20 Orchestra. Saya ingin membuat orkes yang sangat inovatif dan diharapkan menjadi trendsetter di dunia musik klasik internasional”, ujar Ananda Sukarlan. “Semua negara tidak sembarangan memilihkan musikus karena ini menyangkut reputasi bangsa mereka, dan mereka tahu bahwa Indonesia mulai sangat serius dalam musik klasik sebagai aset budaya dan alat komunikasi dan diplomasi. Terbukti dalam G20 ini, G20 Orchestra akan menjadi warisan penting Indonesia dalam panggung musik klasik dunia”, lanjut komponis Indonesia telah masuk ke daftar 100 seniman Asia paling berpengaruh “Asian Most Influential (AMI)” 2020 bersama penyanyi Filipina Lea Salonga dan seniman inst
Program dari konser perdana G20 Orchestra mencerminkan keinginan untuk kemakmuran dan kedamaian serta realisasi hak azasi kau minoritas (dengan karya “A Child of Our Time” dari komponis Inggris Sir Michael Tippett yang pernah dipenjara karena menolak masuk militer untuk perang di Perang Dunia II), hubungan dagang, agama, akulturasi budaya dan bahasa Makassar – suku Aborigin (“The Voyage to Marege’ ” karya Ananda Sukarlan yang mengetengahkan pemusik asli suku Aborigin), serta cuplikan-cuplikan opera dan musical theatre Italia, Perancis dan Amerika karya Giacomo Puccini, Jacques Offenbach dan Leonard Bernstein yang lebih “light” tapi membawa pesan-pesan kemanusiaan.
Berbagai musik yang dimainkan ini membahas sejarah perang dan konsekuensinya serta harapan untuk perdamaian.
Selain Tippett, juga Sergei Prokofiev, komponis Rusia kelahiran Sontsivka yang sejak Rusia pecah menjadi bagian Ukraina, sekitar 40 km dari Donetsk, menjadi “hidangan utama” di pertunjukan perdana G20 Orchestra di Candi Borobudur ini.
Karya “Piano Concerto no. 4” yang dimainkan hanya oleh tangan kiri dari Prokofiev diminta oleh pianis Austria Paul Wittgenstein yang juga seorang Yahudi. Wittgenstein sebagai tentara terlibat dalam Pertempuran Galicia melawan pasukan Rusia di Perang Dunia I. Suatu hari dia menderita luka tembak parah di siku kanannya sampai kehilangan kesadaran. Ketika dia sadar kembali di rumah sakit beberapa hari kemudian, ada dua kejutan yang mengubah hidupnya. Salah satunya adalah bahwa dia telah ditangkap oleh musuh dan dikirim sebagai tawanan perang resmi ke Siberia. Yang lainnya, yang memiliki konsekuensi yang jauh lebih besar bagi pianis muda yang harusnya memiliki masa depan gemilang ini, adalah bahwa lengan kanannya telah diamputasi. Bagi Wittgenstein, ataupun pianis siapapun di dunia, kejadian ini ibarat dunia kiamat. Tapi dia menolak untuk menyerah, dan setelah dia dibebaskan dia menugaskan beberapa piano concerto untuk tangan kiri saja, salah satunya dari komposer Rusia Sergei Prokofiev, untuk membuktikan (setidaknya untuk dirinya sendiri) bahwa Rusia memang musuhnya dalam perang, tetapi Rusia bukanlah musuh dalam dunia musik. Mentalitas ini sesuai dengan motto G20 tahun ini: Recover Together, Recover Stronger. “Lewat musik, kita semua bersatu tanpa mempedulikan perbedaan suku, negara, agama bahkan pandangan politik untuk bangkit bersama dan lebih kuat dari sejak sebelum pandemi”, ujar Ananda.
Pertunjukan perdana G20 Orchestra akan dipimpin oleh dirigen perempuan Eunice Tong, dan pianis yang akan membawakan karya Prokofiev adalah Calvin Abdiel Tambunan, pemenang Ananda Sukarlan Award (ASA) Piano Competition 2020 dan juara 3 Sydney International Piano Competition.
Para solois G20 dari Indonesia yang akan membawakan karya Tippett “A Child of Our Time” terdiri dari Mariska Setiawan dan Pepita Salim (soprano), Nick Lucas (tenor) dan Kadek Ari Ananda (bariton). Mereka adalah para pemenang Kompetisi Tembang Puitik Ananda Sukarlan (TPAS) yang sudah diselenggarakan sejak 2011. Sejak 2020 baik ASA maupun TPAS yang telah sukses menghasilkan musikus klasik paling handal dari Indonesia ini diambil alih oleh Kemendikbudristek di bawah Menteri Nadiem Makarim dengan tujuan untuk memetakan bakat-bakat musik klasik di Indonesia sebagai aset budaya.