Jakarta – 2 Juli 2019, Para mahasiswa yang tergabung dalam ITS Team 5 atau juga dikenal
dengan nama tim Antasena, dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember mempersiapkan diri
untuk melaju ke ajang pertarungan Drivers’ World Championship di London tanggal 29 Juni – 5 Juli 2019 setelah sebelumnya mengalahkan lebih dari 100 tim inovator berbakat yang berasal dari berbagai negara di Asia Pasifik dan Timur Tengah dalam Drivers’ World Championship Qualifier atau Shell Eco-marathon Asia 2019 di Sepang, Malaysia. Dalam babak penyisihan tersebut, ITS Team 5 meraih capaian baru dalam kompetisi adu cepat kendaraan ultra-efisien serta penghargaan Off-track Hydrogen Newcomer Award. Sebagai catatan, ITS Team 5 berhasil meraih capaian jarak tempuh sejauh 90 km/m3, jauh melampaui hasil yang diraih juara tahun lalu untuk kategori yang sama pada 46 km/m3.
ITS Tim 5 menurunkan mobil Antasena FCH 1.0 dan berhasil membawa pulang peringkat
runner-up kategori Urban Concept – Hydrogen di ajang bergengsi Shell Eco-Marathon Asia
2019 di Malaysia yang membawa mereka melaju ke ajang Drivers’ World Championship
Qualifier Regional Asia. Dalam adu balap tersebut, tim Antasena kembali menorehkan prestasi dengan menjadi juara kedua, menjadikan mereka satu-satunya perwakilan dari Indonesia yang maju ke Shell Eco-marathon Europe dan Grand Final Drivers’ World Championship (DWC) yang berlangsung di Surrey, Inggris pada 29 Juni – 5 Juli, 2019.
Darwin Silalahi, Presiden Direktur dan Country Chairman PT Shell Indonesia mengatakan, “Kami bangga bahwa kompetisi Shell Eco-marathon Asia yang sudah 10 tahun berjalan ini berhasil melahirkan inovator-inovator muda berbakat. Kami berharap kompetisi sejenis ini dapat membantu menciptakan talenta-talenta muda Indonesia yang mampu berinovasi dan
menjadi agen perubahan yang lebih baik lagi untuk negeri tercinta. Prestasi Tim Antasena
menjadi bukti bahwa generasi muda Indonesia memiliki potensi tinggi dalam berkreasi
merancang teknologi dan inovasi otomotif terbaik untuk mendobrak pardigma efisiensi dan
transformasi energi”.
Ghalib Abyan, General Manager Tim ITS 5 menggarisbawahi, “Perjuangan di Drivers’ World
Championship tentunya akan lebih berat. Kalau di arena Shell Eco-marathon Asia, peserta
diminta untuk membuktikan mobil yang paling efisien di masing-masing kategori yang
dilombakan. Sedangkan untuk menjadi pemenang di DWC, diperlukan kesinergisan antara
teknologi, inovasi serta kerjasama yang baik antar anggota tim untuk menekan batasan
efisiensi energi. Untuk itu, keahlian dan strategi dalam menangani kendaraan dan mengatur efisiensi energi merupakan keharusan guna membantu tim menjadi yang pertama dalam mencapai garis finis.”
“Kami optimis. Tujuan kami berkompetisi untuk menujukkan kualitas bahwa mahasiswa
Indonesia mampu bersaing di tingkat dunia. Sebelumnya tim Antasena ITS sudah berupaya
sebaik mungkin di ajang Shell Eco-marathon Asia 2012 dan 2014, namun baru tahun 2019 ini kami berhasil. Kami belajar banyak untuk terus membangun kompetensi di bidang otomotif dan penggunaan alternatif sumber energi,” lanjut Ghalib.
“Kesempatan berjuang di DWC tingkat dunia di Juli mendatang merupakan kesempatan bagi mahasiswa Indonesia untuk unjuk gigi. Pemerintah mempunyai keyakinan penuh bahwa Indonesia memiliki sumber daya manusia yang pantang menyerah, inovatif dan mampu bersaing di ajang kompetisi global. Sudah waktunya kita memberikan perhatian yang besar untuk membangun mesin mobil dan kendaraan yang hemat energi,” ungkap Ismunandar, Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia. “Ajang kompetisi Internasional seperti Shell Eco-marathonmerupakan motor penggerak pembangunan sains dan teknologi, serta menjadi contoh kolaborasi yang sinergis antara pemerintah, lembaga Pendidikan dan pihak swasta,” lanjut Ismunandar.
“Shell Eco-marathon selalu menjadi ajang kompetisi terbesar dan paling bergengsi, karena
dalam kesempatan inilah mahasiswa mendapat pelajaran profesional yang sesungguhnya.
Inovator muda ditantang untuk membuat mobil dari nol dengan mempertimbangakan semua aspek. Baik aspek teknis maupun non-teknis. Tim dituntut untuk mampu menganalisa tren industri dan perkembangan setiap negara,” terang Dosen Pembimbing ITS Team 5, Fakhreza Abdul.
Pada tahun-tahun sebelumnya, Indonesia umumnya unggul di kelas ICE (mesin pembakaran internal) dan listrik. Hal ini dikarenakan teknologi hidrogen masih minim, khususnya di Asia dan Amerika. Tantangan terbesar adalah menghadapi lawan dari Eropa dan juga negara Headquarters tetangga, Singapura yang memang merupakan salah satu universitas teknologi terbaik di dunia dan dipersenjatai dengan fasilitas Fuel-Cell yang mumpuni. Kesuksesan Antasena diraih dengan kerja keras dari kurang lebih 25 anggota tim yang terdiri dari tim teknis dan juga tim non-teknis yang merupakan mahasiswa jurusan Teknik Material dan Metalurgi, Teknik Mesin, Teknik Kimia, Teknik Infrastruktur Sipil, Teknik Mesin Industri dan Manajemen Bisnis yang bekerja dengan profesionalisme tinggi, saling percaya serta gigih dan sabar. “Capaian ini juga diraih atas bantuan dan dukungan dari pihak departemen, dosen serta karyawan dari Teknik Material dan juga atas kepercayaan pihak sponsor yang membantu kami dalam membuat mobil urban hidrogen pertama di Indonesia. Kami bekerja dengan ikhlas untuk mewujudkan cita-cita kami agar Indonesia dapat membuat mobil hidrogen buatan nasional yang mampu diaplikasikan untuk masyarakat Indonesia,” tutup Ghalib.
Tentang Shell Eco-Marathon
Shell Eco-marathon pertama kali diselenggarakan pada 1939 di laboratorium penelitian Shell di Amerika Serikat sebagai pertandingan persahabatan antar ilmuwan untuk mengetahui siapa yang dapat menempuh jarak terjauh dengan segalon bahan bakar pada
kendaraannya. Pemenang lomba ketika itu hanya mampu menempuh jarak 50 mpg (21 km/l), dan dari sejarahnya yang sederhana ini, pertandingan persahabatan tersebut berkembang menjadi kompetisi yang dikelola dengan lebih rapi.
Pada 1985, di Perancis, lahirlah Shell Eco-marathon seperti yang kita kenal saat ini. Pada April 2007, Shell Eco-marathon Americas diselenggarakan di Amerika Serikat, dan pada 2010, pembukaan Shell Eco-marathon Asia diselenggarakan di Malaysia. Malaysia menjadi tuan rumah penyelenggaraan Shell Eco-marathon Asia sampai dengan 2013. Sejak 2014 hingga 2016, Manila, Filipina, menjadi tuan rumah penyelenggaraan kompetisi ini. Kemudian pada tahun 2017, Singapura mulai menjadi tuan rumah penyelenggaraan Shell Eco-marathon untuk kawasan Asia dan Pasifik.
Untuk informasi lebih lanjut: www.shell.com/eco-marathon
Tentang Shell Indonesia
Sejarah Royal Dutch Shell di Indonesia dimulai sejak lebih dari 100 tahun lalu dengan
penemuan minyak pertama di Pangkalan Brandan, Sumatera Utara.
Shell saat ini memiliki kehadiran bisnis hilir yang terintegrasi kuat di Indonesia. Shell merupakan perusahaan migas internasional pertama di Indonesia yang masuk ke bisnis ritell bahan bakar minyak. Saat ini Shell memiliki lebih dari 100 SPBU di Jabodetabek, Bandung, Jawa Timur dan Sumatera Utara. Pada tahun 2006, Shell memulai bisnis Commercial Fuels (bahan bakar komersial), Marines (perkapalan) dan Bitumen (aspal) di Indonesia. Selain itu Shell menyediakan produk pelumas dan dukungan teknis kepada para pelanggan di sektor industri, transportasi dan pertambangan. Shell juga diakui sebagai perusahaan internasional terkemuka dengan pangsa pasar pelumas terbesar di Indonesia, melayani pengendara motor dan pelanggan industri. Komitmen Shell untuk berinvestasi di Indonesia dan mendukung perkembangan industri manufaktur di negara ini diwujudkan dengan dibangunnya pabrik pelumas Shell di Marunda, Bekasi dengan kapasitas produksi 136 juta liter (120 ribu ton) pelumas setiap tahunnya, Di sektor hulu, Shell merupakan operator untuk blok Pulau Moa Selatan dan merupakan mitra strategis Inpex, operator Masela PSC yang meliputi lapangan gas Abadi. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi www.shell.co.id.