Tuesday, December 24, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
HomeHeadlinesDr Ray Wagiu Basrowi: Keuntungan Cuti Melahirkan 6 Bulan Sudah Banyak Bukti...

Dr Ray Wagiu Basrowi: Keuntungan Cuti Melahirkan 6 Bulan Sudah Banyak Bukti Ilmiah, RUU KIA Mutlak

Keputusan DPR RI untuk menyetujui RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak, termasuk kewajiban cuti melahirkan menjadi 6 bulan, sudah memiliki bukti dan kajian ilmiah yang kuat, bahkan sejak beberapa tahun silam sehingga kebijakan ini harusnya sudah bisa diterapkan sejak lama.

Menurut peneliti laktasi dari Program Studi Kedokteran Kerja FKUI, cuti melahirkan 6 bulan terbukti secara ilmiah memberi dampak baik terhadap Kesehatan ibu dan anak, dan berujung pada Kesehatan masa depan bangsa.
“Mulai dari hasil review mendalam dan expert consensus penelitian kami sejaksepuluh tahun silam menunjukkan bahwa memperpanjang cuti melahirkan hingga 6 bulan mutlak memberi daya ungkit terhadap keberhasilan ASI eksklulsif, kesehatan ibu dan bayi serta mempertahankan produktivitas pekerja perempuan,” ujar Dr Ray.

Beliau mengungkapkan, tim kedokteran kerja FKUI sejak tahun 2012 sudah melakukan banyak penelitian dan mempublikasikan hasil riset terkait cuti melahirkan 6 bulan pada pekerja perempuan.
Mayoritas hasil penelitian ini merujuk pada satu bukti yang sama yaitu cuti 6 bulan sangat efektif meningkatkan potensi kesuksesan ASI eksklusif, kemudian mengoptimalkan status kesehatan ibu dan bayi, mempertahankan produktivitas pekerja serta berdampak positif bagi ketahanan keluarga.

“Bila pekerja perempuan baru masuk kerja setelah 6 bulan dan berhasil beri ASI Eksklusif, tingkat produktivitas nya 8 kali lebih baik. Sebaliknya apabila ibu menyusui harus kembali bekerja di usia bayi 2-3 bulan, maka risiko Kesehatan meningkat signifikan, terutama karena proses laktasi nya terganggu. Akibatnya produktivitas tidak maksimal.” ungkap Dr Ray yang aktif memberi edukasi lewat akun Instagram @ray.w.basrowi

Runutan penelitian dimulai sejak 2012 hingga 2015 yang menegaskan bahwa pekerja buruh perempuan yang kembali bekerja pada usia bayi 3 bulan, maka tingkat kegagalan ASI Eksklusif hingga 81%. Artinya hanya 19% buruh yang menyusui yang bisa ASI eksklusif. Peneltian yang dipublikasikan di jurnal PGHN bertajuk “Benefits of a Dedicated Breastfeeding Facility and Support Program for Exclusive Breastfeeding among Workers in Indonesia”, membuktikan bahwa cuti melahirkan 3 bulan dan gagal ASI eksklusif mengakibatkan kondisi kualitas kerja juga menurun drastis dan pelulang ibu untuk absen dari pabrik dan kantor juga hingga 2 kali lebih besar.
“Artinya cuti 3 bulan saja tidak membuat perusahan lebih untung, malah jadi buntung karena pekerja harus sering absen”, ujar Dr Ray yang penelitian Doktor nya bidang formulasi promosi laktasi pada pekerja perempuan ini.

Penelitian tim kedokteran kerja FKUI juga diperdalam dengan formulasi kebijakan dan program serta intervensi hingga tahun 2019. Dalam penelitian berjudul Developing Workplace Lactation Promotion Model in Indonesia yang dipublikasikan di BMC Archives of Public Health, konsensus multi pakar menegaskan cuti melahirkan minimal 6 bulan adalah kebijakan utama yang paling efektif dalam meningkatkan keberhasilan ASI Eksklusif hingga 8 kali lebih besar.

Sebaliknya cuti 3 bulan saja dan gagal ASI Eksklusif maka 2 kali lebih besar untuk gagal ASI. Bila sudah gagal ASI Eksklusif maka masalaj Kesehatan akan meningkat. Begitupun penelitian intervensi sejak 2018 pada pegawai kantoran perusahan multinasional yang mendapat kesempatan cuti 6 bulan, tingkat keberhasilan ASI dan kepatuhan kerja setelah Kembali bekerja jauh lebih efektif dibanding yang mendapat cuti kurang dari 6 bulan.
Itu sebabnya Dr Ray menegaskan RUU KIA dengan kebijakan cuit berbayar 6 bulan sudah wajib dilaksanakan di Indonesia sesegera mungkin. Karena negara tetangga pun sudah melakukannya.

“Selain masalah Kesehatan bayi yang lebih tinggi, Kesehatan reproduksi dan Kesehatan mental ibu pekerja yang harus meninggalkan bayi kurang dari 6 bulan di rumah juga menjadi lebih berisiko.”
Tutup peneliti yang sering membagikan publikasi internasional terutama di bidang kedokteran kerja, kedokteran komunitas, laktasi dan nutrisi ibu dan anak.

OPSI 2

Peneliti Laktasi Dr Ray Wagiu Basrowi: Cuti 6 Bulan Wajib Segera Disahkan

Usulan cuti melahirkan 6 bulan dalam RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak adalah kebijakan penting yang seharusnya sudah disahkan pemerintah RI sejak lama. Menurut peneliti dari kedokteran komunitas dan kedokteran kerja, Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK bahwa kebijakan cuti melahirkan 6 bulan adalah kebijakan mutlak karena berbagai kajian ilmiah dari kesehatan masyarakat.
“Kedokteran hingga public policy sejak tahun 1990an sudah membuktikan bahwa cuti 3 bulan saja pasti akan menyebabkan kegagalan ASI eksklusif, sehingga berdampak pada Kesehatan ibu dan bayi.
Bahkan penelitian kami di FKUI juga menunjukkan ibu pekerja dan buruh yang harus kembali bekerja sebelum usia bayi 6 bulan, selain ASI eksklusif nya risiko gagal, juga produktivitas nya tidak optimal.” ungkap Dr Ray yang menjadi peneliti utama beberapa program intervensi laktasi pekerja perempuan.
Dr Ray menegaskan bahwa fokus utama pada cuti melahirkan 6 bulan adalah mendukung dan memastikan keberhasilan ASI eksklusif di enam bulan pertama kehidupan bayi. Saat ini kondisi nya menjadi tidak konsisten, karena pemerintah menargetkan kesuksesan ASI Eksklusif tetapi jutaan ibu pekerja justru tidak diproteksi hak menyusui nya hingga 6 bulan.
Sementara kita ketahui bersama, dukungan laktasi di tempat kerja di Indonesia juga belum
maksimal. Jadi memang Langkah yang paling strategis adalah intervensi kebijakan public dengan kebijakan cuti 6 bulan ini,”ujar Dr Ray yang sering memberi edukasi kesehatan lewat akun Instagram @ray.w.basrowi

Ditambahkan Dr Ray, apabila kekhawatiran utama pemerintah dan pemilik usaha adalah aspek profit karena harus tetap memberi upah penuh selama cuti 6 bulan, poin ini sebenarnya sudah dikaji mendalam lewat banyak penelitian di seluruh dunia, bahwa memaksakan ibu bekerja di periode awal terutama di 6 bulan pertama setelah melahirkan justru produktivitas nya menajdi tidak maksimal.

“Karena ibu pekerja akan perlu sering break atau izin untuk pompa ASi disela waktu kerja, kemudian ibu menyusui yang sambil bekerja juga akan lebih capek dan konsentrasi terganggu. Bahkan tingkat absensi juga menjadi lebih tinggi dikalangan ibu menyusui yang Kembali bekerja sebelum bayi usia 6 bulan,” ujar Ray.

Penelitian Dr Ray Wagiu Basrowi tentang laktasi pada pekerja sejak tahun 2012 menunjukkan bahwa cuti yang hanya 3 bulan adalah penghambat utama ASI eksklusif. Di tahun 2015, prevalensi ASI eksklusif di kalangan pekerja terutama buruh pabrik hanya 19% atau satu dari dua buruh perempuan yang menyusui gagal ASI eksklusif karena faktor harus kembali bekerja saat bayi masih 2-3 bulan.

R Indra Rezky Kencana Dewa
R Indra Rezky Kencana Dewahttps://www.warnaplus.com
MICE & Lifestyle Portal Contact: +6287889015567 [WA & Call] Advertising: +6287889015567 [WA] Email: [email protected]
RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments