warnaplus.com-Indonesia sedang merayakan hari kemerdekaan yang ke-76 pada tanggal 17 Agustus 2021. Ada banyak sekali pengalaman-pengalaman korban kekerasan seksual dalam proses mencari keadilan dan juga sudah lebih dari 12 tahun perjuangan masyarakat melalui berbagai kampanye menyuarakan agar Indonesia merdeka dari pelecehan seksual dengan meminta negara segera men-sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual!
Agustus adalah bulan dimana Indonesia merayakan Hari Kemerdekaan. Tahun 1945, arti merdeka itu bebas dari penjajahan kolonialisme. Pada tahun 2021, arti merdeka bagi The Body Shop® Indonesia bersama dengan masyarakat adalah Indonesia merdeka dari pelecehan seksual dengan men-sahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. The Body Shop® Indonesia mengajak seluruh masyarakat untuk memperjuangkan penghapusan kekerasan seksual demi dangsa yang lebih maju.
Sejak tahun lalu The Body Shop® Indonesia konsisten mengambil bagian memperjuangkan kesetaraan bagi perempuan dimana ingin berjuang agar Indonesia merdeka dari kekerasan seksual. The Body Shop® fokus memperjuangkan kesetaraan perempuan melalui Kampanye No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!)
The Body Shop® Indonesia bersama para mitra yakni Yayasan Pulih, Yayasan Plan International Indonesia, Magdalene, dan Makassar International Writers Festival (MIWF) melihat bahwa perjuangan masih panjang dalam. Untuk itu, seluruh pihak masih terus mengawal dan melanjutkan perjuangan ini melalui kampanye Stop Sexual Violence Tahap Kedua yakni Kampanye No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!). Kampanye yang memiliki fokus secara penuh pada pencegahan (prevention) dan pemulihan (recovery). Kampanye ini lahir agar dapat mengisi kebutuhan edukasi karena selama belum ada hukum yang cukup kuat kita perlu memberdayakan diri dan orang lain saat berada dalam situasi rawan kekerasan seksual. Langkah yang dipersiapkan adalah memberikan edukasi mengenai kesetaraan gender dan perlindungan anak khususnya kepada kaum muda.
Untuk memberikan pemahaman dan edukasi lebih mendalam bagi kaum muda, The Body Shop® Indonesia bersama Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) mengadakan kegiatan Serial Kelas Edukasi. Adapun rincian kelas edukasi sebagai berikut:
Kelas Power 1: Kekerasan Berbasis Gender
Kelas Power 2: Perlindungan Anak
Kelas Power 3: Kampanye Efektif (Online)
Kelas Power 4: Hentikan!
Kelas Power 5: Laporkan!
Kelas Power 6: Menulis Cerita
Kelas Power 7: Advokasi
Kelas Power 8: Konten Narasi
Kelas-kelas ini dibentuk untuk semakin meningkatkannya pengetahuan akan apa itu isu kekerasan seksual dan bagaimana upaya kita dapat menghentikan hal tersebut selagi payung hukum atas perlindungan untuk para korban kekerasan seksual masih belum bisa ditegakkan sepenuhnya. The Body Shop® Indonesia dengan para kolaborator yakin bahwa masih ada harapan untuk Indonesia yang bebas dari Kekerasan seksual dikemudian hari.
Ratu Ommaya – Head of Values, Community & Public Relations The Body Shop® Indonesia, Rendahnya edukasi anak akan membuat posisi anak menjadi rentan terhadap berbagai tindak eksploitasi dan bahkan kekerasan seksual. Serial Kelas Edukasi No! Go! Tell! untuk SMP dan SMA sebagai suatu cara agar dapat meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan, terutama dalam menekan angka kekerasan seksual dan perkawinan anak. Adapun hasil akhir yang diharapkan dari rangkaian kegiatan ini adalah tersampaikannya informasi tersebut ke kaum muda yang diharapkan menggunakan No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!) sebagai mekanisme perlindungan diri ketika menghadapi situasi kekerasan seksual dan juga dapat memberikan dasar bagaimana anak sebagai kaum muda dapat mengambil bagian dalam advokasi bersama – sama mendorong urgensi pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR RI.
Rani Hastari – Gender Equality & Social Inclusion (GESI) Specialist Yayasan Plan International Indonesia, Setiap harinya, banyak di antara kita (terutama anak perempuan dan perempuan muda) mengalami berbagai bentuk kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual. Kekerasan berbasis gender ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender di kehidupan kita. Inilah saatnya kita dukung normalisasi kesetaraan gender, bebas dari segala bentuk kekerasan.
Hari Sadewo, CDP Program Advisor Yayasan Plan International Indonesia, Hingga hari ini kekerasan tersebut masih menjadi masalah besar untuk anak perempuan, dimana prevalensi masih tinggi sebesar 4,1% atau dengan kata lain ada 1 dari 12 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. Dari laporan data SIMFONI (Kementerian PPPA) mencatat 58,5 % dari 15.000 kasus adalah kekerasan pada anak (data Juni 2020)
Sigit Wacono, Safeguarding Advisor Yayasan Plan International Indonesia, Beberapa faktor yang mempengaruhi maraknya kekerasan seksual adalah belum ada kebijakan yang kuat, adanya relasi kuasa yang timpang,adanya bias dari personal value, bias budaya. Dalam hal ini, Yayasan Plan International Indonesia sebagai lembaga yang fokus pemenuhan hak anak dan mendorong kesetaraan perempuan memprioritaskan aspek pencegahan dan mekanisme merespon kejadian, ini untuk mewujudkan lingkungan kerja yang mencegah dan tidak mentoleransi terjadinya kekerasan terhadap anak-anak, kaum muda, perempuan dan disabilitas
Paramita Mohammad, CEO & Principal Consultant Communication 4 Change, Salah satu jalan ampuh untuk menghentikan kekerasan seksual adalah dengan memaksimalkan kampanye. Selama beberapa tahun terakhir, kaum muda semakin aktif dalam upaya kampanye maupun advokasi pencegahan kekerasan seksual, baik dalam intervensi langsung di akar rumput, kampanye publik, kampanye digital, hingga advokasi kebijakan. Sosial media menjadi salah satu alat yang efisien dalam gerakan kampanye, baik personal maupun secara publik. Diharapkan di zaman yang semakin canggih ini, anak-anak muda bisa menjadi pembawa perubahan dengan cara yang kreatif namun tetap efektif.
Rosmiati Sain, LBH Apik Sulsel, Kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi karena relasi kuasa. Relasi yang bersifat hirarkis ketidaksetaraan dan/atau ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan/pendidikan dan/atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan pada satu pihak terhadap pihak lainnya dalam konteks relasi antar gender sehingga merugikan pihak yang memiliki posisi yang lebih rendah. Kemudian, korban berhak atas proses hukum, berhak atas keadilan selama proses hukum, serta berhak atas keadilan kebenaran. Sehingga dalam hal ini, korban berhak atas pendampingan untuk penguatan. Korban juga berhak atas perlindungan rasa aman, dari ketakutan, intimidasi, maupun hal lainnya dari pihak korban.
Intan Cinditiara, Media & Communications Manager Plan Indonesia, Tulisan dipercaya sebagai media yang powerful dalam membuat perubahan. Narasi dalam cerita perubahan perlu mengedepankan aspirasi kaum muda, namun tetap mengutamakan keamanan dan kenyamanan subjek khususnya anak dan kaum muda. Melalui tulisan, sebuah cerita perubahan dapat mengetuk hati dan atensi publik hingga mendorong kesetaraan di tingkat yang lebih tinggi.
Hanna Vanya, Programme Communication Specialist Plan Indonesia,Untuk meningkatkan kesadaran atau mengedukasi masyarakat tentang dampak kekerasan seksual dapat dilakukan dengan media tulisan. Tulisan yang efektif dapat mengubah data dan statistik menjadi narasi yang menggugah emosi pembaca. Dengan tulisan, kita dapat menyampaikan pesan-pesan yang membangun mengenai pencegahan kekerasan seksual.
Bambang Wicaksono, Campaign & Advocacy Manager, Ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menghentikan kekerasan seksual, namun membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak. Selama beberapa tahun terakhir, kaum muda semakin aktif dalam upaya kampanye maupun advokasi pencegahan perkawinan anak, baik dalam intervensi langsung di akar rumput, kampanye publik, kampanye digital, hingga advokasi kebijakan.
Nyai Alimatul Badryah, Pengesahan RUU PKS adalah bagian dari misi kenabian untuk membebaskan perempuan dan kelompok rentan lainnya dari ketidakadilan. Payung hukum itu ternyata masih jauh dari cukup. Gagasan RUU PKS merefleksikan Surat An-Nur ayat 33 yang berbicara tentang pencegahan, perlindungan, dan pemulihan korban kekerasan seksual. Namun sayang, ayat ini justru “jarang muncul di publik” (if)