warnaplus.com-Kasus kekerasan terhadap anak, termasuk kekerasan secara daring, terus menunjukkan trend peningkatan selama masa pandemi Covid-19. Dilansir dari siaran pers Presiden pada rapat terbatas 9 Januari 2020, Presiden Joko Widodo menggarisbawahi adanya kenaikan kasus kekerasan terhadap anak secara signifikan dan kondisi ini menyebabkan Indonesia dalam keadaan darurat kekerasan seksual dan pemerintah perlu segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
Edukasi dapat menjadi kunci dalam menghadapi kondisi Kekerasan Seksual terhadap anak dan ini adalah salah satu isu yang menjadi fokus dari Kampanye No! Go! Tell!.
Adapun kampanye No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan) merupakan kolaborasi kampanye yang dipimpin oleh The Body Shop® Indonesia bersama Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia), Magdalene, Yayasan Pulih, dan Makassar International Writers Festival dengan fokus utama yaitu Prevention and Recovery (Pencegahan dan Pemulihan). Kampanye ini lahir agar dapat mengisi kebutuhan edukasi karena selama belum ada hukum yang cukup kuat kita perlu memberdayakan diri dan orang lain saat berada dalam situasi rawan kekerasan seksual. Langkah yang dipersiapkan adalah memberikan edukasi mengenai kesetaraan gender dan perlindungan anak khususnya kepada kaum muda.
Salah satu yang penting adalah peningkatan edukasi adalah pada bidang advokasi dimana kemampuan ini akan dapat menjadi dasar kemampuan ketika terlibat langsung membantu upaya pencegahan maupun penanganan dalam kekerasan seksual. Harapannya kemampuan advokasi terkait kekerasan seksual terhadap anak dapat membantu mencegah kekerasan seksual baik dalam ruang digital maupun lingkungan sekitarnya.
Untuk memberikan pemahaman dan edukasi lebih mendalam terkait pentingnya kemampuan advokasi bagi kaum muda, The Body Shop® Indonesia bersama Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) mengadakan kegiatan Serial Edukasi Kelas Power 7 dengan tema Advokasi Pencegahan Kekerasan Seksual. Melalui kelas yang merupakan salah satu rangkaian dari delapan kelas edukasi mengenai kekerasan seksual ini, diharapkan anak-anak dapat memulai langkah mereka sebagai agen perubahan dengan mulai aktif mengambil bagian dalam advokasi dan terlibat dalam pembuatan kebijakan tingkat daerah hingga desa terkait kasus kekerasan seksual.
Bambang Wicaksono, Campaign & Advocacy Manager pada Kelas Power 7 mengatakan bahwa ada banyak cara yang bisa kita lakukan untuk menghentikan kekerasan seksual, namun membutuhkan keterlibatan dari berbagai pihak. Selama beberapa tahun terakhir, kaum muda semakin aktif dalam upaya kampanye maupun advokasi pencegahan perkawinan anak, baik dalam intervensi langsung di akar rumput, kampanye publik, kampanye digital, hingga advokasi kebijakan.
Ratu Ommaya, Head of Values, Community & Public Relations The Body Shop® Indonesia mengatakan rendahnya edukasi anak akan membuat posisi anak menjadi rentan terhadap berbagai tindak eksploitasi dan bahkan kekerasan seksual. Serial Kelas Edukasi No! Go! Tell! untuk SMP dan SMA sebagai suatu cara agar dapat meningkatkan pemahaman tentang pengetahuan dalam upaya pencegahan dan penanganan kekerasan, terutama dalam menekan angka kekerasan seksual dan perkawinan anak. Adapun hasil akhir yang diharapkan dari rangkaian kegiatan ini adalah tersampaikannya informasi tersebut ke kaum muda yang diharapkan menggunakan No! Go! Tell! (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!) sebagai mekanisme perlindungan diri ketika menghadapi situasi kekerasan seksual dan juga dapat memberikan dasar bagaimana anak sebagai kaum muda dapat mengambil bagian dalam advokasi bersama – sama mendorong urgensi pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR RI.
Pada kelas Power 1 dengan tema Kekerasan Berbasis Gender yang diisi oleh Rani Hastari, Gender Equality & Social Inclusion (GESI) Specialist Yayasan Plan International Indonesia mengatakan setiap harinya, banyak di antara kita (terutama anak perempuan dan perempuan muda) mengalami berbagai bentuk kekerasan berbasis gender, termasuk kekerasan seksual. Kekerasan berbasis gender ini menunjukkan adanya ketidaksetaraan gender di kehidupan kita. Inilah saatnya kita dukung normalisasi kesetaraan gender, bebas dari segala bentuk kekerasan.
Tidak hanya itu Hari Sadewo, CDP Program Advisor Yayasan Plan International Indonesia yang ikut mengisi kelas yang sama menyampaikan bahwa hingga hari ini kekerasan tersebut masih menjadi masalah besar untuk anak perempuan, dimana prevalensi masih tinggi sebesar 4,1% atau dengan kata lain ada 1 dari 12 anak perempuan mengalami kekerasan seksual. Dari laporan data SIMFONI (Kementerian PPPA) mencatat 58,5 % dari 15.000 kasus adalah kekerasan pada anak (data Juni 2020)
Maka dari itu, dengan mengenalkan konsep No! Go! Tell! terhadap kaum muda dapat menguatkan anak dari berbagai umur, tentang apa itu abuse, bentuknya, sehingga bisa melakukan tindakan pencegahan (prevention).
Pada Kelas Power 2 dengan tema Perlindungan Anak Sigit Wacono, Safeguarding Advisor Yayasan Plan International Indonesia mengatakan beberapa faktor yang mempengaruhi maraknya kekerasan seksual adalah belum ada kebijakan yang kuat, adanya relasi kuasa yang timpang,adanya bias dari personal value, bias budaya. Dalam hal ini, Yayasan Plan International Indonesia sebagai lembaga yang fokus pemenuhan hak anak dan mendorong kesetaraan perempuan memprioritaskan aspek pencegahan dan mekanisme merespon kejadian, ini untuk mewujudkan lingkungan kerja yang mencegah dan tidak mentoleransi terjadinya kekerasan terhadap anak-anak, kaum muda, perempuan dan disabilitas
Paramita Mohammad, CEO & Principal Consultant Communication 4 Change sebagai pengajar Kelas Power 3 dengan tema Kampanye Efektif (Online) membahas bagaimana salah satu jalan ampuh untuk menghentikan kekerasan seksual adalah dengan memaksimalkan kampanye. Selama beberapa tahun terakhir, kaum muda semakin aktif dalam upaya kampanye maupun advokasi pencegahan kekerasan seksual, baik dalam intervensi langsung di akar rumput, kampanye publik, kampanye digital, hingga advokasi kebijakan. Sosial media menjadi salah satu alat yang efisien dalam gerakan kampanye, baik personal maupun secara publik. Diharapkan di zaman yang semakin canggih ini, anak-anak muda bisa menjadi pembawa perubahan dengan cara yang kreatif namun tetap efektif.
Kemudian pada Kelas Power 4 dengan tema ‘Hentikan!’ yang diisi oleh Rosmiati Sain, LBH Apik Sulsel membahas mengenai kekerasan terhadap perempuan dan anak terjadi karena relasi kuasa. Relasi yang bersifat hirarkis ketidaksetaraan dan/atau ketergantungan status sosial, budaya, pengetahuan/pendidikan dan/atau ekonomi yang menimbulkan kekuasaan pada satu pihak terhadap pihak lainnya dalam konteks relasi antar gender sehingga merugikan pihak yang memiliki posisi yang lebih rendah. Kemudian, selanjutnya pada Kelas Power 5 yang juga diisi oleh Rosmiati Sain, juga membahas mengenai ‘Laporkan!’ yang dimana korban berhak atas proses hukum, berhak atas keadilan selama proses hukum, serta berhak atas keadilan kebenaran. Sehingga dalam hal ini, korban berhak atas pendampingan untuk penguatan. Korban juga berhak atas perlindungan rasa aman, dari ketakutan, intimidasi, maupun hal lainnya dari pihak korban.
Pada kelas Power 6 dengan tema Menulis Cerita Intan Cinditiara, Media & Communications Manager Plan Indonesia mengatakan tulisan dipercaya sebagai media yang powerful dalam membuat perubahan. Narasi dalam cerita perubahan perlu mengedepankan aspirasi kaum muda, namun tetap mengutamakan keamanan dan kenyamanan subjek khususnya anak dan kaum muda. Melalui tulisan, sebuah cerita perubahan dapat mengetuk hati dan atensi publik hingga mendorong kesetaraan di tingkat yang lebih tinggi. Pada kelas ini juga diisi oleh Hanna Vanya, Programme Communication Specialist Plan Indonesia yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan kesadaran atau mengedukasi masyarakat tentang dampak kekerasan seksual dapat dilakukan dengan media tulisan. Tulisan yang efektif dapat mengubah data dan statistik menjadi narasi yang menggugah emosi pembaca. Dengan tulisan, kita dapat menyampaikan pesan-pesan yang membangun mengenai pencegahan kekerasan seksual.
Dan pada kelas power 8 membahas mengenai tema Konten Narasi yang diisi oleh Nyai Alimatul Badryah Ikut berbagi bahwa pengesahan RUU PKS adalah bagian dari misi kenabian untuk membebaskan perempuan dan kelompok rentan lainnya dari ketidakadilan. Payung hukum itu ternyata masih jauh dari cukup. Gagasan RUU PKS merefleksikan Surat An-Nur ayat 33 yang berbicara tentang pencegahan, perlindungan, dan pemulihan korban kekerasan seksual. Namun sayang, ayat ini justru “jarang muncul di publik”.
Kelas-kelas ini dibentuk untuk semakin meningkatkannya pengetahuan akan apa itu isu kekerasan seksual dan bagaimana upaya kita dapat menghentikan hal tersebut selagi payung hukum atas perlindungan untuk para korban kekerasan seksual masih belum bisa ditegakkan sepenuhnya. The Body Shop® Indonesia dengan para kolaborator yakin bahwa masih ada harapan untuk Indonesia yang bebas dari Kekerasan seksual dikemudian hari. (if)