warnaplus.com-Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia bekerja sama dengan gerakan nasional literasi digital Siber Kreasi mengadakan sesi webinar ‘Indonesia Makin Cakap Digital’ di Sulawesi. Kali ini giliran masyarakat Gowa yang berkesempatan mengikuti webinar bertajuk ‘Aman dan Nyaman dalam Bermedia Sosial’.
Sejumlah narasumber yang dihadirkan dalam webinar ini diantaranya Koordinator Wilayah Aliansi Jurnalis Independen (AJI) wilayah Sulawesi dan Maluku, Agam
Qodriansyah; Komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID), Riswansyah Muhsin; Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Dian Nuswantoro Semarang, Astini
Kumalasari; serta Blogger dan Lifestyle Content Creator, Zilqiah Anggraeni. Kegiatan ini diikuti 312 peserta.
Narasumber pertama yang menyampaikan materi adalah Agam Qodriansyah tentang ‘Aman dan Nyaman di Media Sosial’. Mengutip data digital 2021, Agam
mengungkapkan bahwa saat ini dari 274,9 juta penduduk Indonesia, 170 juta di antaranya berinteraksi dan berkomunikasi melalui internet atau media sosial
(medsos). Dengan besarnya pengguna medsos, potensi konflik yang dipicu oleh perilaku pengguna medsos dan unggahannya semakin besar.
Oleh karena itu, Agam menekankan untuk bijak dalam bermedia sosial, menjaga etika, dan jangan langsung mempercayai atau meneruskan suatu kabar atau
informasi yang belum jelas sumber dan validitasnya. Menurut Agam, menjaga etika penting di tengah kian masifnya unggahan konten yang berisi ujaran kebencian.
“Jangan asal mengunggah konten. Karya atau data kita atau apapun jangan langsung diunggah. Sebelum mengunggah konten, pastikan dulu isinya tidak menyinggung siapa-siapa, lalu apakah kita berlaku sopan atau tidak? Apakah unggahan kita akan berimplikasi hukum atau tidak?” ujarnya.
Agam juga mengingatkan bahwa di era digital ini potensi pencurian data semakin besar. Untuk itu, dia menyarankan pengguna medsos tidak sembarangan mengumbar atau menyantumkan detil informasi pribadi. “Kriminal di dunia digital atau cyber crime ini semakin massif. Jangan mengunggah KTP, SIM, atau identitas lainnya di medsos, itu berbahaya karena di situ semua data kita. Kalau disalahgunakan bisa-bisa rekening bank atau akun email kita dibobol,” tukasnya.
Pembicara kedua, Riswansyah Muhsin, dalam webinar ini membawakan materi berjudul ‘Bijak Menggunakan Media Sosial dengan Tidak Menyebar Hoaks’. Dia menyebut sejumlah ancaman di internet terkait kebhinekaan, salah satunya hoaks. Menurut dia, hoaks sangat berbahaya karena memicu kemarahan dan kebencian
serta berpotensi merusak moral, bangsa, integrasi negara, ketahanan nasional, serta persatuan dan kesatuan NKRI.
Beberapa ciri hoaks antara lain sumber informasi tidak jelas; informasi yang memicu kecemasan, kebencian, kemarahan; informasi yang disebar memuat
keanehan/ketidakwajaran. Informasi hoaks biasanya tidak mencantumkan waktu kejadian atau tanggal informasi tersebut diproduksi.
“Informasi hoaks cenderung menggunakan bahasa provokatif dan pada umumnya cenderung mendiskreditkan pihak tertentu dan menyampaikan informasi yang tidak
berimbang. Ciri lainnya, ada ancaman tertentu jika pembaca tidak menyebarkan informasinya,” bebernya.
Berlanjut ke pembicara ketiga, Astini Kumalasari atau juga dikenal sebagai Astin Soekanto membawakan materi presentasi ‘Digital Culture: Penggunaan Bahasa yang
Baik dan Benar di Dunia Digital’. Menurut Astin, pengguna medsos yang didominasi generasi milenial dan generasi Z saat ini kerap menggunakan bahasa gaul ataupun
campur aduk antara bahasa Indonesia dengan bahasa asing.
“Inilah tantangannya, bahasa Indonesia semakin samar samar digunakan oleh generasi saat ini. Kalau bahasa Indonesia tidak dirawat dan digunakan dengan baik
dan benar, kita khawatir suatu saat bisa hancur,” ucap Astin yang juga seorang travel blogger.
Pembicara terakhir, Zilqiah Anggraeni menyampaikan materi ‘Digital Safety, Kenali dan Pahami Rekam Jejak di Era Digital’. Menurut Qiah, sapaan akrab Zilqiah, apa
yang kita tulis dan unggah di internet atau media sosial harus benar-benar difilter karena semua itu akan menjadi jejak digital yang ikut mencerminkan seperti apa diri
kita.
“Hasil riset Career Builder pada 2017, hampir 70% perusahaan di Amerika Serikat (AS) menggunakan medsos untuk melirik profil pencari kerja. Perekrut akan memperhatikan pola hidup serta kepribadian kandidat berdasarkan aktivitas mereka di medsos. Kalau ada jejak digital yang tidak baik, reputasi profesional si kandidat
bisa tercoreng,” tuturnya.
Setelah pemaparan materi oleh keempat narasumber, kegiatan Literasi Digital dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator. Terlihat antusiasme
para peserta yang hadir secara daring untuk mengirimkan pertanyaan kepada para narasumber terkait tema yang disampaikan. Penanya juga berkesempatan
mendapatkan uang elektronik masing-masing senilai Rp100.000.
Salah seorang peserta, Felicia, menanyakan tentang cara memberitahukan dan menjelaskan kepada orang tua manakala mendapat informasi atau konten hoaks.
Menurut Agam, dalam memberi penjelasan alangkah baiknya disertai dengan bukti atau data-data pendukung yang sahih, serta mengedepankan etika.
“Misalnya, hasil penelusuran saya dapatkan begini, bahwa misalnya ini fotonya sudah editan, jadi bahaya kalau informasi ini ditelan bulat-bulat. Intinya jelaskan
dengan bahasa yang santun, tidak ngotot dan jangan arogan. Utamakan etika dalam memberi tahu orang tua, terutama berita-berita yang sifatnya hoaks,” ujarnya.
Kegiatan Literasi Digital ‘Indonesia Makin Cakap Digital’ di Sulawesi diselenggarakan secara virtual mulai bulan Mei hingga Desember 2021 dengan berbagai konten
menarik dan materi informatif yang pastinya disampaikan oleh para narasumber terpercaya. Bagi masyarakat yang ingin mengikuti sesi webinar selanjutnya,
informasi bisa diakses melalui https://www.siberkreasi.id/ dan akun sosial media @Kemenkominfo dan @siberkreasi, serta @siberkreasisulawesi khusus untuk wilayah Sulawesi. (if)