Sunday, November 17, 2024
spot_imgspot_imgspot_imgspot_img
HomeHeadlinesKEKERASAN SEKSUAL: PERSPEKTIF KLINIS DAN HUKUM SERTA PENANGANANNYA

KEKERASAN SEKSUAL: PERSPEKTIF KLINIS DAN HUKUM SERTA PENANGANANNYA

 

warnaplus.com-Pada tahun 2020, Data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPPA) Kementerian PPPA menemukan bahwa sepanjang tahun 2020 terdapat 787 kasus kekerasan seksual. Meskipun data tersebut menunjukkan penurunan dari Tahun 2019, namun situasi ini belum dapat dikatakan sebagai hal yang menggembirakan. Salah satu dampak dari pandemi COVID-19 membuat korban kekerasan dapat kehilangan akses untuk melaporkan kasus yang dialaminya, dikarenakan sarana dan prasarana komunikasi atau transportasinya yang tidak mendukung untuk mendapatkan akses layanan serta tidak optimalnya penyedia layanan untuk melakukan penjangkauan. Selain itu, ada indikasi bahwa perempuan sendiri masih menganggap kekerasan yang terjadi pada dirinya adalah sebuah kewajaran. Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) Tahun 2020, menunjukkan ada 32% perempuan usia 15-49 tahun yang setuju bahwa suami dibenarkan untuk memukul istri karena keadaan tertentu.

Data tersebut memberikan gambaran bahwa isu kekerasan ini seperti gunung es, di mana permasalahan yang terjadi sebenarnya lebih kompleks dan lebih besar daripada permasalahan yang terlihat di permukaan. Hal ini disebabkan oleh berbagai hal, salah satunya stigma di masyarakat terhadap korban kekerasan sehingga banyak dari mereka yang enggan melapor.

Selain itu regulasi dan norma hukum juga belum banyak berpihak pada korban yang mengalami kekerasan seksual terutama perempuan korban kekerasan seksual. Maka dari itu, perlunya edukasi untuk mencegah terjadinya kekerasan seksual di tengah masyarakat sebagai bentuk upaya memutus rantai kekerasan, serta memulihkan korban kekerasan seksual masih perlu keberlanjutan.

Kampanye No! Go! Tell!  (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan) merupakan kolaborasi kampanye yang dipimpin oleh The Body Shop® Indonesia bersama Plan Indonesia, Magdalene, Yayasan Pulih, dan Makassar International Writers Festival dengan fokus utama yaitu Prevention and Recovery (Pencegahan dan Pemulihan).  No! Go! Tell!  (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!) adalah sebuah mekanisme untuk mencegah kekerasan seksual dan menemukan ruang aman.

Kampanye No! Go! Tell!  (Katakan Tidak, Jauhi, Laporkan!) dijalankan agar dapat mengisi kebutuhan edukasi karena selama belum ada hukum yang cukup kuat kita perlu memberdayakan diri dan orang lain saat berada dalam situasi rawan kekerasan seksual. Langkah yang dipersiapkan adalah memberikan psikoedukasi melalui webinar series yang mengundang pembicara pakar terkait kekerasan seksual.

Ratu Ommaya, Public Relations and Community Manager The Body Shop® Indonesia mengatakan ‘Kampanye Stop Sexual Violence fase kedua ini merupakan kelanjutan dari perjuangan bersama yang sudah dimulai pada November 2020 – 7 April 2021. Kampanye ini merupakan bentuk dukungan terhadap perjuangan akan RUU PKS yang sudah dimulai banyak komunitas, NGO dan aktivis sejak 2012. Webinar Kekerasan Seksual: Perspektif Klinis dan Hukum serta Penanganannya dengan peserta dari berbagai kelompok masyarakat diharapkan dapat meningkatkan pemahaman tentang dampak kekerasan seksual dari perspektif klinis; penanganan umum yang dapat dilakukan jika diri atau orang lain menjadi korban kekerasan seksual; dan bagaimana proses pendampingan hukum bagi korban Kekerasan Seksual. Adapun hasil yang diharapkan dari kegiatan ini adalah tersampaikannya informasi tersebut ke masyarakat luas dan mendorong urgensi pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR.

Maya menambahkan bahwa saatnya mengajak masyarakat untuk berani berkata tidak, bertindak cepat dan bersuara dalam berupaya memutus rantai kekerasan seksual. Selama belum ada hukum yang cukup kuat kita perlu memberdayakan diri dan orang lain saat berada dalam situasi rawan kekerasan seksual. Saatnya kita berani berkata tidak, bertindak cepat dan bersuara!

Fuye Ongko, Associate Psychologist Yayasan Pulih mengatakan bahwa kejadian traumatis dapat memiliki dampak yang signifikan bagi seseorang. Pandangan terhadap masa depan menjadi terikat pada konsep The Past is The Future atau Masa Lalu adalah Masa Depan. Pada para korban atau penyintas kejadian kekerasan seksual, konsep ini menimbulkan gejolak pada berbagai aspek psikologis dan secara langsung berpengaruh pada kemampuannya dalam menjalani kehidupannya.

Fuye menambahkan bahwa penanganan awal yang tepat bagi para korban atau penyintas kejadian kekerasan seksual akan sangat membantu mereka untuk berproses secara adaptif dalam membuka lembaran yang baru pada kehidupan mereka.

Theresia Iswarini, Komisioner Komnas Perempuan 2020-2024 mengatakan Komnas Perempuan sangat mendorong berbagai upaya pemulihan bagi korban kekerasan seksual mengingat  upaya pemulihan kerapkali terpinggirkan. Akibatnya korban seringkali harus bergulat dengan dirinya sendiri. Peran pemerintah dan aparat penegak hukum, keluarga serta komunitas menjadi krusial agar korban mendapatkan hak-haknya.

Mengingat situasi kekerasan seksual yang datanya terus meningkat hingga saat ini bahkan merambah hingga ke ranah online, maka mendesak bagi DPR RI utk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam upaya perlindungan dan penanganan serta pemulihan yang lebih komprehensif.

Tuani Sondang Rejeki Marpaung, Staf Pelayanan Hukum LBH Apik Jakarta mengatakan pada saat pendampingan kasus kekerasan kepada perempuan, banyak kendala yang dihadapi mitra dan penyintas dari mulai substansi hukum hingga aparat penegak hukum (APH) yang belum memiliki perspektif terhadap perempuan korban. Masih banyak ditemukan kasus dimana APH justru melakukan victim blaming (menyalahkan korban), yang berujung korban dibebankan untuk pembuktian. Kemudian, APH  tidak menginformasikan perkembangan kasus lebih lanjut.

Proses hukum yang sangat panjang untuk mencari keadilan sangat menguras tenaga, pikiran, dan emosional, karena tidak semua korban kekerasan mendapat dukungan moril maupun material dari keluarga  maupun lingkungannya sehingga hal tersebut sangat  berdampak pada kondisi psikologis korban. Keadilan sesungguhnya adalah ketika hak-hak korban telah terpenuhi. (if)

 

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments