Jakarta, Agustus 2023 – Bersamaan dengan perayaan Pekan ASI Sedunia 2023 bertema
“Mengaktifkan Menyusui: Membuat perbedaan bagi orang tua yang bekerja” Health
Collaborative Center mengeluarkan temuan dan rekomendasi terkait penelitian tentang
persepsi masyarakat Indonesia terhadap ibu menyusui yang juga berperan ganda sebagai
pekerja. Ketua dan Peneliti Utama HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK mengungkapkan
temuan utama penelitian ini menunjukkan indeks perspektif masyarakat Indonesia secara
signifikan sangat mendukung ibu pekerja untuk tetap bekerja dan secara bersamaan sukses menyusui, dengan persentasi 57% dan indeks keyakinan atau persepsi yang secara statistik sangat bermakna. Bahkan analisis lanjutan menunjukkan adanya kecenderungan untuk memastikan bahwa ibu menyusui tidak boleh kehilangan pekerjaan.
Menurut Dr Ray, melalui penelitian cross-sectional pada 1650 responden dari 34 provinsi ini
menunjukkan temuan yang sangat bermakna yaitu ternyata mayoritas responden laki-laki
menunjukkan tendensi bahwa ketika dihadapkan dengan situasi istri, keluarga atau kerabat
mereka yang harus menyusui sambil bekerja, 7 dari 10 atau sekitar 67 persen laki-laki responden penelitian ini 3 kali lebih mendukung ibu untuk memrioritaskan jangan kehilangan pekerjaan dulu, dan proses menyusui bisa menyesuaikan sambil bekerja, ungkap Dr Ray yang sering memberi edukasi kesehatan lewat akun instagram @ray.w.basrowi ini.
Dr Ray menegaskan ketika dilakukan identifikasi kajian literatur lanjutan, temuan ini sangat erat hubungannya dengan job security dan kondisi ekonomi keluarga. Artinya bahwa peran perempuan terutama istri untuk menopang ekonomi keluarga dimata laki-laki itu sangat penting sehingga proses menyusui tidak boleh dianggap sebagai barrier atau penghambat ibu untuk tetap sukses bekerja dan mencari nafkah. Dari aspek ini sangat terlihat bahwa dukungan menyusui ditempat kerja menjadi sangat penting, tegas Dr Ray yang juga merupakan staf pengajar di Program Magister Kedokteran Kerja FKUI ini.
Temuan lain adalah terkait status pekerjaan. Sebanyak 59% responden yang berstatus pekerja dan beragam jenis pekerjaan, baik karyawan kantoran maupun buruh pabrik, menegaskan bahwa bekerja sambil menyusui adalah suatu hal yang sangat mungkin tetap bisa dilakukan bersamaan. Artinya adalah terlepas dari kondisi dukungan dan perlindungan hukum saat ini, para pekerja merasa tetap bisa menyusui sambil bekerja.
Bahkan ketika dilakukan analisis interkuartil untuk melihat aspek apa saja yang dianggap
membentuk opini ini, ditemukan dua indikator yaitu (1) Persepsi kebijakan waktu kerja berupa kebebasan waktu menyusui atau memompa ASI selama kerja bagi ibu menyusui dan (2) Persepsi pemerintah sudah cukup mengakomodir ibu menyusui yang bekerja untuk tetap bekerja dan sukses menyusui, menjadi dua persepsi dominan para pekerja. Bahkan ketika dikaji persepsi antara cuti 6 bulan dan cuti 3 bulan, meskipun mayoritas responden mendukung penuh bila ada kebijakan cuti melahirkan 6 bulan dengan gaji penuh, namun terjadi polarisasi persepsi pada kebijakan cuti 3 bulan. Artinya, dengan kondisi cuti 3 bulan pun sebenarnya pekerja perempuan dianggap bisa tetap menjalankan peran ganda sebagai ibu menyusui dan pekerja, selama tentu saja faktor supportive seperti dukungan fasilitas, waktu kerja fleksibel dan kebebasan memompa ASI di tempat kerja tetap dilindungi.
Hal ini diperkuat dengan temuan kunci lain yaitu secara statistik ada hubungan yang signifikan antara kebijakan pemerintah yang sudah mengakomodir dukungan ibu menyusui yang bekerja dengan kesuksesan mereka menyusui. Begitupun dengan aspek pengetahuan dan pendidikan.
Perspektif orang berpendidikan lebih tinggi dan skor pengetahuan yang baik tentang ASI
Eksklusif ternyata 1,5 kali lebih mendukung ibu menyusui untuk dapat tetap bekerja dan
menyusui atau memompa ASi sambil bekerja.
Melalui penelitian ini, HCC merekomendasikan perlunya pemerintah, akademisi dan seluruh
pemangku kebijakan untuk memastikan bahwa sebenarnya masyarakat sudah sangat paham dengan manfaat menyusui dan seorang ibu pekerja yang harus menyusui tetap harus didukung untuk sukses menyusui dan tetap aman dan produktif bekerja. Hal ini bisa dimantapkan dengan memastikan kebijakan promosi laktasi ditempat kerja merata dan berkualitas serta perlunya semakin memantapkan upaya agara tempat kerja di Indonesia menjadi tempat kerja yang ramah laktasi atau ramah ibu menyusui. Edukasi juga perlu terus digalakkan dan menyasar seluruh usia produktif, tidak hanya ibu pekerja saja.
Satu aspek lain yang menjadi rekomendasi HCC adalah cuti 6 bulan tetap menjadi keinginan palign ideal dari orang Indonesia namun persepsi dominan bahwa cuti 3 bulan pun sebenarnya sudah memadai selama dukungan promosi fasilitas dan kebijakan ditempat kerja tetap dimaksimalkan.
###
Tentang Dr dr Ray Wagiu Basrowi, MKK
Dr Ray adalah Dokter Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Samratulangi Manado dan praktisi kesehatan kerja dan industri nutrisi yang memperoleh gelar Magister Kedokteran Kerja serta Doktor Bidang Ilmu Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Dr. Ray memiliki pengalaman penelitian laktasi dan nutrisi serta kedokteran kerja yang menghasilkan banyak publikasi ilmiah nasional dan internasional. Dr. Ray memiliki pengalaman 15 tahun sebagai praktisi di bidang
industri nutrisi dan K3 manajemen perkantoran, dan telah berkarir di beberapa perusahaan produk pangan dan nutrisi.
Tentang Health Collaborative Center (HCC)
Health Collaborative Center (HCC) adalah wadah promosi dan advokasi kesehatan non-profit di Indonesia dalam bidang kesehatan masyarakat dan kedokteran komunitas. Didirikan sejak Juni 2019 oleh Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK; Health Collaborative Center (HCC) fokus pada kajian ilmiah, riset dan edukasi/promosi kesehatan di bidang nutrisi, kesehatan kerja, kesehatan ibu dan anak serta kedokteran komunitas. Untuk menjangkau kaum millennial, HCC juga menggunakan platform sosial media dengan inisiatif #SEHATINDONESIA.