JAKARTA– Visi Indonesia Emas 2045 yang diusung oleh pemerintah saat ini perlu didukung oleh adanya pasokan energi yang cukup. Teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon yang dikenal dengan Carbon Capture Storage (CCS) menjadi pilihan yang wajib dipertimbangkan demi keberlanjutan pasokan energi di masa mendatang. Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Petroleum Association (IPA), Marjolijn Wajong, di saat yang sama industri hulu migas juga dituntut untuk dapat mengurangi emisi karbon.
“Dengan kebijakan dan peraturan yang mendukung, pada masa transisi energi saat ini industri migas akan menerapkan CCS untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung target Net Zero Emission (NZE),” katanya saat acara Media Briefing IPA Convex 2024 yang diselenggarakan untuk membahas Infographic IPA 2024, di Jakarta, Rabu (26/6).
Pada kesempatan yang sama, Chief of Infographic Sub Committee IPA Convex 2024, Hendra Halim, menjelaskan bahwa CCS merupakan cara yang paling efektif untuk dapat mengurangi emisi karbon dan sekaligus meningkatkan perekonomian Indonesia. Berdasarkan data yang diungkap dalam Infografik, diketahui bahwa CCS dapat memberikan peningkatan Produk Domestik Bruto yang signifikan, yaitu sekitar USD 478 miliar dan membuka lebih dari 53.000 lapangan pekerjaan hingga 2050.
“Setiap 1 juta ton karbon yang ditangkap melalui CCS dapat menciptakan nilai ekonomi hingga Rp 4 triliun dan menambah kurang lebih 1.000 lapangan pekerjaan,” katanya.
Ditambahkan Hendra, Indonesia saat ini berpotensi menjadi pemimpin di regional dalam rangka penerapan teknologi CCS. Untuk itu, dia mengharapkan agar seluruh pihak di Indonesia tidak lagi hanya bersikap wait and see. “Jangan sampai ide yang berasal dari Indonesia justru disalip oleh negara lain,” tambahnya.
Dia mengungkapkan bahwa ada negara tetangga Indonesia yang sudah lebih siap dalam implementasi CCS, yaitu Malaysia.
Lebih lanjut, Hendra menyebutkan bahwa Indonesia diberkahi keuntungan secara geologis dengan adanya banyak lokasi penyimpanan karbon dan industri migas yang sudah berpengalaman. Dia menyakini Indonesia dapat menjadi CCS Hub di regional. Namun hal tersebut membutuhkan kolaborasi yang tepat antara pemerintah dan industri migas.
“Ada empat prioritas utama yang dibutuhkan dalam kolaborasi ini, yaitu peraturan pelaksana CCS yang komprehensif, perjanjian lintas batas CO2, harga karbon, dan insentif CCS. Pemerintah harus focus pada kemudahan berbisnis, kepercayaan investor, dan kepercayaan pemangku kepentingan,” tambahnya.
Bersama dengan Hendra, Deputy Chief of Infographic Sub-Committee, Rina Rudd, menambahkan bahwa industri hulu migas masih sangat potensial di masa mendatang mengingat kebutuhan energi yang terus meningkat secara kuantitas. Gas bumi merupakan salah satu solusi untuk memenuhi kebutuhan energi yang rendah emisi karbon. Terlebih lagi dengan adanya dua temuan besar sumberdaya gas di Geng North oleh Eni Indonesia dan Layaran oleh Mubadala Energy Indonesia. “Kita harus segera memonetasi potensi gas tersebut agar bisa memberikan dampak ekonomi dan lingkungan ke depan nya,” kata dia.
Seperti diketahui, Komite IPA Convex 2024 sebelumnya telah menerbitkan buku Infografik dan menyerahkannya kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada saat acara Pembukaan IPA Convex 2024 beberapa waktu lalu. Secara garis besar, buku Infografis ini memberikan penjelasan menyeluruh tentang CCS, baik secara global maupun dalam konteks di Indonesia. Penerbitan Infographic tentang CCS ini merupakan tindak lanjut dari penerbitan IPA White Paper pada tahun 2023 yang lalu. Selain itu, Global CCS Institute dan Wood Mackenzie juga sebagai official infographic knowledge partner pada infografis ini.