Menuju Penyelenggaraan Perumahan Rakyat dan Pembangunan Perkotaan yang Kolaboratif dan Mensejahterakan (Masyarakat Perkotaan)
Tidak terasa the Housing and Urban Development Institute (The HUD Institute) yang dideklarasikan pada hari Jumat, 14 Januari 2011 yl di Jakarta Selatan telah berkiprah selama 12 tahun dan telah banyak jejak langkah bersama dengan pemangku kepentingan lainnya, baik pemerintah maupun non pemerintah dalam penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan di Indonesia.
The HUD Institute telah menjadi tidak saja sekedar saksi sejarah tapi juga turut berkontribusi aktif dengan bermitra memberi masukan bagi pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025, maupun penyusunan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, 2015-2019, 2020-2024, khususnya terkait penyelenggaraan perumahan rakyat. Kemitraan pun dengan berbagai organisasi profesi, pengembang swasta, perguruan tinggi bahkan organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan perumahan rakyat telah terwujud dan berlangsung baik.
Berjalannya waktu telah membuktikan berbagai peran yang telah dijalani The HUD Institute, baik sebagai mitra kerja, simpul kolaborasi, maupun pemberi masukan bagi pemangku kepentingan baik pemerintah pusat/daerah maupun non pemerintah (swasta, perguruan tinggi, organisasi profesi/masyarakat, media massa, dan masyarakat).
Terlepas dari kemajuan penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan di Indonesia yang telah dicapai selama ini, beberapa isu yang masih dipandang krusial dan perlu mendapat perhatian serius diantaranya adalah penyediaan tanah, penyediaan sumber pembiayaan dan pendanaan kreatif, serta tata kelola kolaboratif khususnya bagi pembangunan perumahan masyarakat berpendapatan rendah di perkotaan.
Penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan di Indonesia dalam beberapa waktu ke depan akan memasuki momentum penting dengan berlangsungnya pemilihan umum dan pemilihan kepala daerah secara bersamaan pada tahun 2024. Dengan demikian, penyusunan dokumen perencanaan jangka menengah nasional dan daerah termasuk dokumen perencanaan jangka panjang nasional akan berlangsung bersamaan, sehingga upaya peningkatan kinerja pembangunan perumahan rakyat dan perkotaan dapat lebih terpadu dan berkelanjutan. Selain itu, pada saat bersamaan pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang segera dimulai juga dapat merupakan pertaruhan bagi pemangku kepentingan perumahan rakyat dan perkotaan dalam mewujudkan ide pembaharuan penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan di Indonesia.
Penyelenggaran perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan sewajarnya menjadi tanggungjawab bersama seluruh pemangku kepentingan. Beban penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan tidak hanya menjadi tanggungjawab pemerintah pusat. Sesuai dengan filosofi otonomi daerah, peran Pemerintah Daerah perlu ditingkatkan sehingga menjadi ujung tombak penyelenggaraan perumahan dan pembangunan perkotaan. Tentunya peran pemangku kepentingan non pemerintah melengkapi kontribusi dari pemerintah, diantaranya penyelenggaraan perumahan rakyat berbasis komunitas baik melalui koperasi maupun kelompok masyarakat.
Selain itu, kolaborasi diantara lembaga pemerintah terkait aspek keuangan dan penyediaan perumahan seperti Bank Tanah, Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP TAPERA), PT. Sarana Multigriya Finansial (SMF), PT. Sarana Multi Infrastruktur (SMI), dan PT. Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) serta Perum Perumnas. Dengan demikian, kolaborasi menjadi kata kunci. Meminjam istilah Sustainable Development Goals (SDGs)/Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, No One Left Behind.
Penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan di Indonesia memperoleh angin segar dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Namun disadari sepenuhnya beberapa regulasi terkait masih perlu penyempurnaan diantaranya UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU Nomor 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Selain dibutuhkan penyusunan regulasi baru seperti undang-undang properti, undang-undang perkotaan dan undang-undang pengelolaan rumah sewa.
Perkembangan perkotaan yang demikian pesat mengakibatkan semakin sulitnya memperoleh tanah bagi pembangunan perumahan rakyat yang terjangkau pada lokasi yang layak khususnya bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Perencanaan tata ruang yang ‘pro poor’ yang memastikan ketersediaan ruang bagi perumahan MBR menjadi suatu keniscayaan. Selain itu, lembaga yang berperan dalam penyediaan tanah seperti Bank Tanah dan Badan Percepatan Penyelenggaraan Perumahan (BP3) baru pada tahap awal dalam melaksanakan fungsinya.
Kemampuan keuangan pemerintah semakin terbatas. Sementara beban penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan menjadi lebih berat ke depan. Tidak ada cara lain selain menemukan sumber pendanaan di luar sumber konvensional. Sebagai bagian dari komitmen kolaborasi, pendanaan non pemerintah menjadi pilihan rasional yang layak dipertimbangkan. Termasuk sumber pendanaan masyarakat sendiri melalui koperasi dan kelompok masyarakat baik Syariah maupun Non Syariah. Selain tentunya peluang kontribusi sumber pendanaan Non Bank masih belum termanfaatkan secara optimal.
Menyadari berbagai perkembangan yang terjadi dan mempertimbangkan penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan yang memasuki era baru pasca 2024, the HUD Institute berkomitmen untuk menjadi bagian dan berperan aktif dalam memberikan masukan dan dukungan terhadap penyusunan dan pelaksanaan RPJPN 2025-2045 dan RPJMN/D 2025-2029. Selain itu, tentunya penyempurnaan berbagai regulasi seperti revisi/harmonisasi UU Nomor 1 Tahun 2011, UU Nomor 20 Tahun 2011 dan UU Nomor 23 Tahun 2014 serta penyiapan RUU Properti, RUU Perkotaan dan RUU Pengelolaan Rumah Sewa sekaligus mengevaluasi/revisi peraturan-peraturan yang terkait dengan Kepemilikan dan Kepenghunian Rumah Susun Perkotaan (Subsidi dan Komersil).
Selain itu, The HUD Institute mengusulkan agar Peran BPIW PUPR dapat ditingkatkan untuk melakukan Sinkronisasi Program/Proyek Penyelenggaraan Perumahan Rakyat dan Pembangunan Perkotaan (pemerintah dan Swasta) dengan infrastruktur dasar permukiman (pemerintah dan swasta) serta mengoptimalkan sumber – sumber pembiayaan yang ada (terutama jangka panjang) guna meningkatkan kesejahteraan warga/masyarakatnya.
Selanjutnya, The HUD Institute mengusulkan agar Pasal 54 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Bantuan dan Kemudahan bagi Penyelenggaraan Perumahan MBR diperkuat dan diperluas.
The HUD Institute juga berkomitmen terllibat dalam upaya peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam penyelenggaraan perumahan dan pembangunan perkotaan melalui revitalisasi peran Kelompok Kerja dan Forum Perumahan dan Kawasan Permukiman, peningkatan sumber pendanaan non pemerintah, peningkatan kemampuan penyediaan tanah, serta peningkatan kapasitas pemangku kepentingan perumahan rakyat di daerah. Dengan demikian, kolaborasi para pemangku kepentingan menjadi kata kunci menuju penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan yang lebih baik. Selain itu, mendorong pemerintah pusat memberi bantuan teknis dan pendampingan kepada Pemeritah Daerah (Pemerintah provinsi/Pemerintah kabupaten/Pemerintah kota) untuk penyiapan Peraturan Daerah (Perda) Perumahan dan Kawasan Permukiman (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Kawasan Permukiman/RP3KP dan RKP dalam satu Perda) serta mendorong Pemda Provinsi untuk memfasilitasi/koordinasi Pembangunan/ Penyediaan Perumahan Skala Besar didaerahnya.
The HUD Institute mendorong upaya pelibatan komunitas secara lebih aktif dan peningkatan kontribusi komunitas dalam penyelenggaraan perumahan rakyat melalui pembangunan perumahan berbasis komunitas baik melalui koperasi, kelompok masyarakat (pokmas) termasuk berskema Syariah, maupun bentuk lainnya. Selain itu, mendorong penyediaan perumahan publik melalui revitalisasi peran Perum Perumnas.
The HUD Institute mendorong terwujudnya sinergi antara Rencana Tata Ruang khususnya Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan terkait penyediaan tanah bagi MBR. Sehingga terwujud kepastian ketersediaan ruang bagi pembangunan perumahan rakyat khususnya MBR perkotaan (tidak terjadi lagi Lahan Sawah Dilindungi – LSD).
The HUD Institute memandang kolaborasi sebagai elemen kunci keberhasilan pencapaian tujuan penyelenggaraan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan. Dengan demikian, The HUD Institute berkomitmen meningkatkan perannya untuk memasilitasi terwujudnya kolaborasi para pemangku kepentingan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan di masa depan. Termasuk tentunya kolaborasi diantara lembaga penyedian tanah dan lembaga keuangan (Bank dan Non Bank) seperti Bank Tanah, BP TAPERA, PT. SMF, PT. SMI, dan PT. PII serta Perum Perumnas.
The HUD Institute mendorong terwujudnya pendanaan perumahan rakyat dan pembangunan perkotaan yang lebih beragam dan inovatif dengan membuka peluang pendanaan bersumber dari non pemerintah baik berbentuk investasi murni, kemitraan pemerintah dan swasta bahkan bersama masyarakat, lebih dari hanya Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) tetapi dapat berupa Kerjasama Pemerintah Badan Usaha dan Masyarakat. Selain itu, The HUD Institute mendorong bentuk skema pendanaan inovatif seperti Land Value Capture, dan Transfer of Development Right (TDR). Selain tentunya obligasi daerah perlu diwujudkan dan pembiayaan lembaga non bank perlu ditingkatkan kontribusinya.
The HUD Institute memandang sangat penting untuk turut menjadi bagian dari pembangunan IKN sebagai wadah pengembangan inovasi pembangunan perkotaan di Indonesia. Untuk itu, salah satu indikator kinerja utama The HUD Institute adalah keterlibatan aktif dalam pembangunan IKN (Pra, Saat, dan Pasca).
Akhir kata, the HUD Institute mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memadukan langkah bersama menuju Penyelenggaraan Perumahan Rakyat dan Pembangunan Perkotaan yang Kolaboratif dan Mensejahterakan (Masyarakat Perkotaan).