warnaplus.com-Tiga tahun yang lalu gempa, tsunami, dan likuifaksi menghantam Sulawesi Tengah. Bencana yang sangat mengerikan itu telah meluluhlantahkan kehidupan
keluarga-keluarga disana. Selain korban nyawa, banyak juga rumah termasuk harta benda yang hancur, rata dengan tanah atau lenyap tertimbun tanah dan reruntuhan.
Saat bencana terjadi, banyak warga hanya bisa menyelamatkan diri, tak sempat membawa harta benda miliknya. Mereka berlari ke daerah yang lebih tinggi, ke bukit-bukit dengan menggendong anak-anak.
Yuliana, seorang ibu yang baru 6 hari pasca persalinan bercerita “Saat itu saya baru pulang dari rumah sakit, berbaring di tempat tidur, sementara suami sedang bekerja di luar. Tiba-tiba gempa yang besar terjadi. Dengan kondisi yang masih lemah, saya bergegas keluar menyelamatkan diri dan bayi saya. Saat itu saya sudah pasrah dan sempat berpikir kami tak mungkin selamat. Syukurlah, suami datang dan membawa kami mengungsi ke bukit. Tidak ada harta benda atau bahkan sekedar makanan yang sempat kami bawa sehingga kami sempat kelaparan ketika
tinggal di pengungsian. Kami tidur beralaskan apa saja yang bisa kami pakai, di atas tanah beratap plastik. Di pengungsian tidak tersedia air bersih dan kami makan seadanya yang bisa kami makan. Saya hanya bisa menangis, karena memikirkan bayi saya sambil berharap bantuan segera datang.”
Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah telah berupaya sekuat tenaga menolong warganya, namun sempat menghadapi kendala di awal karena tidak adanya persiapan terutama koordinasi antar klaster. Ridwan Mumu, Kepala Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tengah menuturkan “Ketika bantuan sudah mulai berdatangan, kami masih merasa shock dengan gempa yang datang tiba- tiba ini. Kami sempat kebingungan, apa yang harus kami lakukan. Tapi kami bersyukur ketika tim dari berbagai lembaga kemanusiaan tiba, koordinasi dapat dilakukan dan bantuan dapat segera disalurkan”.
Habitat for Humanity Indonesia merasa turut sepenanggungan dengan saudara-saudara di
Sulawesi Tengah. Sebagai organisasi kemanusiaan yang terus berupaya menyediakan hunian layak bagi masyarakat miskin dan penyintas bencana di Indonesia, Habitat segera membentuk tim tanggap bencana dan diturunkan ke lokasi untuk melakukan berbagai program tanggap darurat kebencanaan. Rudi Nadapdap, Interim Senior Operation Manager Habitat for Humanity Indonesia mengungkapkan “Begitu kita mendengar bencana yang dahsyat melanda saudara- saudara kita di Sulawesi Tengah, Habitat Indonesia segera mengirimkan tim respon cepat (rapid response team) untuk melakukan kegiatan kaji cepat bencana dan dampak bencana, serta memberikan dukungan pendampingan dalam rangka penanganan darurat bencana dan pemenuhan kebutuhan penyintas bencana terkait kebutuhan akan hunian.
Di awal program tanggap bencana, Habitat Indonesia telah menyalurkan 1.096 paket hunian darurat (emergency shelter kits), 150 paket pembersihan puing-puing (rubble removal kits), kemudian dilanjutkan dengan membangun lebih dari 1.039-unit hunian sementara (temporary
shelter) di beberapa desa terdampak, MCK komunal dan individual yang melayani 683 keluarga dan akses air bersih darurat bagi 1.795 keluarga.”
Habitat hadir tidak hanya pada level (masa) tanggap bencana tetapi juga pada level rehabilitasi dan rekonstruksi. Selama 3 tahun berada di Sulawesi Tengah, sejak 2018, Habitat telah membangun 191 hunian tetap, 2 pusat kegiatan komunitas (community Center), merenovasi 2 gedung sekolah, membangun banyak fasilitas air bersih komunal yang telah melayani lebih dari 1.795 keluarga, dan menyelenggarakan berbagai pelatihan bagi keluarga-keluarga agar memiliki ketahanan dalam menghadapi bencana di masa yang akan datang.
Kamal, 24 tahun, salah satu penyintas bencana likuifaksi dari Desa Jono Oge yang telah kehilangan rumahnya sempat bercerita bahwa ketika Habitat membangunkan rumah bagi Kamal dan keluarga, ia justru memiliki kesempatan untuk belajar konstruksi sampai akhirnya ia memiliki kemampuan untuk membangun rumah sendiri. “Saya belajar bagaimana membangun rumah saat
Habitat membangunkan rumah saya. Saya sangat bersyukur, setelah memiliki keahlian dalam konstruksi, saya bisa membangun rumah orang lain dan mendapatkan upah. Sekarang saya bangga menjadi kepala tukang yang tidak hanya bisa menopang kehidupan saya tetapi juga
dapat mengajarkan tukang yang lain membangun rumah sehingga bisa bekerja menghasilkan uang secara mandiri seperti saya.”
Ada hikmah yang Kamal peroleh dibalik peristiwa bencana yang menimpanya. Selain mendapatkan rumah baru seusai bencana, Kamal juga mendapatkan keterampilan baru dalam membangun rumah yang dapat menopang hidup dan masa depannya.
Atas semua program yang dilakukan Habitat selama 3 tahun di Sulawesi Tengah, dimulai sejak masa tanggap bencana hingga saat ini, Dinas Sosial Sulawesi Tengah memberikan apresiasi yang sebesar-besarnya kepada Habitat. “Bagaimana tidak, saat pemerintah masih menyusun rencana, rekan-rekan dari Habitat Indonesia sudah mulai membangun rumah hingga saat ini
sudah lebih dari 1000 rumah yang dibangun mereka. Karena itu kami sangat berterima kasih”, tambah Ridwan.
Tidak hanya Dinas Sosial, Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Sigi, Asrul Repadjori juga menyampaikan rasa terima kasihnya kepada Habitat Indonesia. “Kami sangat berterima kasih atas upaya Habitat dalam kegiatan penyelamatan, pembangunan hunian sementara, penyediaan air bersih, dan pembinaan terhadap masyarakat di desa. Kami sangat terbantu melalui berbagai kegiatan yang telah Habitat Indonesia lakukan. Masyarakat kami yang awalnya tidak punya rumah akibat bencana, kini sudah memiliki rumah lagi. Pemahaman dan
keterampilan tentang ketangguhan menghadapi bencanapun juga diberikan kepada masyarakat
melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan oleh Habitat. Saya berharap semoga apa yang sudah dilakukan Habitat dapat mendukung masyarakat di Sulawesi Tengah untuk hidup berkelanjutan dan sejahtera pasca bencana.”
Program tanggap bencana ini dapat berjalan tentu tidak lepas dari dukungan para donor Habitat. Cipto Leksono, Head of Office at Caritas Germany Country Office Indonesia mengungkapkan “Kami senang memiliki kesempatan bekerja sama dengan Habitat Indonesia, lembaga
kemanusiaan yang sungguh berintegritas, bertanggung jawab, dan tranparan, serta mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan tanpa memandang siapapun yang harus dibantu. Kami berharap semakin banyak pihak yang berkolaborasi dengan Habitat Indonesia untuk membantu
pemerintah dalam upaya pemenuhan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah maupun penyintas bencana.”
Hal senada juga disampaikan oleh donor Habitat berikutnya. Marc Fancy, Excecutive Director Prudence Foundation “Prudence Foundation sangat senang bisa berkontribusi bagi Habitat Indonesia yang dengan segala upaya yang sangat terpuji hingga bisa melayani 6.248 jiwa yang terdampak akibat peristiwa tragis di Palu, Sulawesi 2018. Melalui kerja sama ini, kami bangga bisa membangun 29 hunian tetap yang dapat mendukung kehidupan para penyintas termasuk pembangunan sekolah baru di Kabupaten Sigi.”
Pada akhir November 2021, Habitat Indonesia akan menyelesaikan dan menutup seluruh program tanggap bencana di Sulawesi Tengah. Di akhir program, sebuah webinar diselenggarakan, dengan mengangkat tema “Membangun Asa Pasca Bencana Sulawesi Tengah Melalui Penyediaan Hunian yang Aman, Nyaman dan Bermartabat. Webinar ini Menghadirkan Gubernur Sulawesi Tengah yang menyampaikan apresiasinya kepada semua pihak, khususnya kepada Habitat Indonesia yang sudah mengambil peranan dalam memulihkan dan membangkitkan kembali Sulawesi Tengah untuk menata kehidupan yang penuh harapan.
Bencana boleh datang, tapi harapan tidak boleh hilang. Habitat Indonesia hadir untuk mewujudkan “BANUA MA BELO KA NGATA NTODEA – Dunia dimana setiap orang memiliki tempat tinggal yang layak”. Melalui apa yang sudah dilakukan Habitat Indonesia, saat ini sudah
banyak keluarga yang dapat kembali menata kehidupan mereka, memiliki masa depan yang cerah di Sulawesi Tengah. (if)